Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Jumat, 15 Apr 2022, 14:27 WIB

Kapal Yang Diklaim Anti Tenggelam Kok Bisa Kandas dan Tewaskan Banyak Penumpang Dalam Waktu Singkat

Foto: SOUTHAMPTON CITY COUNCIL / AFP

Tenggelamnya Titanic hari ini 110 tahun yang lalu menjadi kecelakaan pelayaran paling buruk dalam sejarah. Kapal yang diklaim tidak bisa tenggelam, harus terkubur di dasar Samudra Atlantik dalam waktu singkat, karena beberapa kekurangan yang dimiliki.

Pelayaran Royal Mail Ship (RMS) Titanic dimulai ketika kapal raksasa itu meninggalkan Southampton pada 10 April 1912. Selanjutnya kapal berhenti di Cherbourg, Prancis, dan Queenstown (sekarang Cobh), Irlandia, untuk menurunkan dan mengambil penumpang, sebelum melakukan pelayaran samudra ke arah barat menuju New York, Amerika Serikat (AS).
Namun nahas, pada 14 April 1912, empat hari setelah pelayaran, kapal itu menabrak gunung es besar pada jam 23.40 dan tenggelam pada jam 02.20 waktu UTC-3, pada posisi 375 mil di selatan Newfoundland.
Kapal yang mengangkut sekitar 2.200 penumpang dan awak tenggelam pada pelayaran perdananya dari Southampton, Inggris, menuju New York City, AS.
Dari kecelakaan pada jam 11.35 hingga tenggelam, Titanic hanya bertahan selama 2 jam 40 menit. Sepanjang waktu itu hanya 705 penumpang yang berhasil selamat karena cepatnya waktu tenggelam dan kurangnya bantuan dari kapal lain yang melintas.
Padahal menurut pembuat Titanic, dalam kecelakaan terburuk di laut, kapal itu seharusnya tetap mengapung selama dua hingga tiga hari. Sisa waktu yang panjang itu memberikan cukup kesempatan bagi kapal-kapal terdekat untuk membantu. Apalagi sekocinya hanya mampu menampung 1.178 saja.
Pada zamannya, Titanic adalah kapal terbesar yang pernah dibangun. Panjangnya hampir 900 kaki atau 274 meter, terdapat 25 lantai, dan beratnya luar biasa 46.000 ton. Dengan desain dan teknologi pergantian abad, kapal ini dilengkapi dengan 16 kompartemen yang diklaim kedap air.
Kapal uap milik White Star Line itu, dibangun oleh galangan kapal Harland and Wolff, Belfast, Irlandia. Produsen mengatakan jika terjadi kebocoran pada bagian bawah dengan cepat ditutup. Itulah yang membuat mereka dengan pongah mengatakan kapal tersebut tidak mungkin dapat tenggelam.
Menurut laporan Division of the History of Technology, Transportation Collections, National Museum of American History, kerusakan yang disebabkan oleh tabrakan dengan gunung es memungkinkan air membanjiri enam dari enam belas kompartemen kedap air utama. Saat air mengalir ke sisi kanan haluan kapal, kapal mulai miring ke depan dan sedikit ke kanan.
Menjelang tengah malam, air di kompartemen yang rusak mulai tumpah ke kompartemen lain. Hal ini karena kompartemen hanya kedap air secara horizontal dan dindingnya hanya beberapa meter di atas permukaan air.
Pada pukul 01.20, air mulai membanjiri lubang rantai jangkar. Sekitar pukul 02.00, saat haluan terus tenggelam, baling-baling di buritan terangkat keluar dari air. Banjir terus berlanjut hingga, sekitar pukul 02.10, haluan kapal berada di bawah air dan buritan terangkat dari air dengan kemiringan hampir 45 derajat.
Karena berat yang luar biasa dari tiga baling-baling besar di buritan kapal, tekanan di bagian tengah kapal meningkat pesat saat buritan diangkat keluar dari air. Pada sudut 45 derajat atau lebih, tegangan di bagian tengah melebihi tegangan maksimal baja sehingga baja gagal menahannya.
Menurut Robert Gannon dalam bukunya berjudul What Really Sank the Titanic (1995), tegangan pada baja diperkirakan hampir 15 ton per inci persegi. Para penyintas bencana kemudian menggambarkan situasinya dengan terdengar suara keras seperti pecahnya porselen. Kebisingan ini dapat dikaitkan dengan robekan dan disintegrasi struktur pada kapal itu.
Pada 02.12, dengan haluan dan buritan yang hanya dilekatkan pada struktur bawah bagian dalam, buritan miring tinggi keluar dari air sehingga kapal membengkok dan terus terisi air. Pada pukul 02.18, ketika haluan mencapai berat sekitar 16.000 ton, kapal yang membengkok pecah menjadi dua bagian.
Bebas dari beban haluan, buritan naik lagi tajam ke posisi hampir vertikal. Perlahan terisi air, buritan mulai tenggelam ke dalam air. Pada 02.20, buritan meluncur ke bawah permukaan. Sementara itu, haluan telah meluncur turun sekitar 20,92 kilometer per jam.

Hantam Dasar Lautan
Terakhir pada 02.29, kapal itu menghantam dasar lautan. Jatuh hampir vertikal di sekitar pada kecepatan 6,4 kilometer per jam. Buritan yang pada awalnya terangkat itu menyentuh dasar laut 27 menit kemudian. Di dasar samudra ini dua keping Titanic terpisah 2.000 kaki atau 609 meter, menunjuk ke arah yang berlawanan di bawah air pada kedalaman 3.810 meter.
Bagian haluan sebagian besar tetap utuh, meskipun bagian lambung yang rusak ditutupi dengan dinding lanau dan lumpur setinggi 10,6 meter yang menghujam ketika Titanic menabrak dasar samudra.
Bagian buritan kapal mengerut karena ledakan terjadi selama penurunan akibat udara yang terperangkap di dalam struktur akibat tekanan air yang meningkat pada kedalaman yang lebih dalam. Di antara kedua bagian tersebut terdapat puing-puing yang tersebar luas.
Selama 73 tahun, Titanic tidak terganggu di dasar laut. Baru pada 1 September 1985, ahli kelautan Bob Ballard dan krunya menemukan bangkai kapal Titanic sekitar 563 kilometer tenggara Newfoundland, Kanada.
Sejak itu, empat ekspedisi mengunjungi Titanic terus dilakukan. Pada 1991, tim ilmiah pertama mengunjungi situs tersebut. Penyelaman ini disebut penyelaman Imax karena tujuannya membuat film untuk teater Imax.
Pada ekspedisi 1991, para ilmuwan menemukan sepotong logam tergeletak di dasar laut yang dulunya merupakan bagian dari lambung Titanic. Potongan baja berukuran Frisbee setebal satu inci dengan tiga lubang paku keling, masing-masing berdiameter 1,25 inci.
"Sejak pengambilan potongan baja ini, penelitian ekstensif telah dilakukan untuk mengungkap petunjuk tambahan tentang penyebab tenggelamnya Titanic dengan cepat," tulis Vicky Basset pada laman Writing as an Engineer or Scientist. hay/I-1

Pelajaran untuk Desain yang Lebih Aman

Ketika Titanic bertabrakan dengan gunung es, baja lambung dan paku keling besi tempa gagal karena patah getas. Jenis kegagalan bencana dalam bahan struktural, patah getas terjadi tanpa deformasi plastis sebelumnya dan pada kecepatan yang sangat tinggi.
Menurut Robert Gannon dalam bukunya berjudul, What Really Sank the Titanic (1995), penyebab patah getas terjadi karena tiga faktor. Pertama temperatur rendah, pembebanan impak tinggi, dan kandungan sulfur yang tinggi.
Pada malam bencana, ketiga faktor tersebut hadir. Suhu air pada malam musim semi di bawah titik beku, melaju dengan kecepatan tinggi saat menabrak gunung es, dan baja lambung kapal mengandung belerang tingkat tinggi.
Petunjuk pertama bahwa retakan rapuh pada baja lambung berkontribusi pada bencana Titanic datang setelah pengambilan sepotong serpihan baja pada lambung Titanic. Setelah membersihkan potongan baja, para ilmuwan mencatat kondisi ujung-ujungnya.
Bergerigi dan tajam, ujung-ujung potongan baja itu tampak hampir hancur, seperti pecahan porselen. Juga, logam tidak menunjukkan bukti tekukan atau deformasi. Tipikal baja kapal berkualitas tinggi lebih ulet dan berubah bentuk daripada patah.
Hal ini serupa ditemukan pada baja lambung kapal saudara Titanic, Olympic, yang rusak setelah bertabrakan saat meninggalkan pelabuhan Southampton pada 20 September 1911. Lubang sepanjang 36 kaki menganga di sisi kanan lambung kapal Olimpiade ketika bertabrakan dengan sebuah kapal penjelajah Inggris.
Kegagalan sambungan paku keling dan robeknya pelat lambung terlihat jelas di area tumbukan. Namun, robekan pelat menunjukkan sedikit deformasi plastis dan tepinya sangat tajam, memiliki tampilan patah getas menurut William H Garzke dalam buku The Structural Failure of the Titanic (1994).
Selain masalah pada paku keling, ditambah dengan kegagalan material, juga terjadi kesalah pada desain kompartemen kedap air yang buruk di bagian bawah. Bagian bawah Titanic dibagi menjadi enam belas kompartemen kedap air utama yang dapat dengan mudah ditutup jika bagian lambungnya bocor.
Menurut Steve Hill dalam bukunya The Mystery of the Titanic: A Case of Brittle Fracture? (1996), meskipun kompartemennya disebut kedap air, sebenarnya hanya kedap air secara horizontal, bagian atasnya terbuka dan dindingnya hanya beberapa meter di atas permukaan air. Jika sekat melintang beberapa kaki lebih tinggi, air akan lebih baik ditampung di dalam kompartemen yang rusak.
Dalam upaya untuk mencegah terulangnya kesalahan mereka, White Star Line memodifikasi beberapa kapal mereka yang ada setelah bencana Titanic. Perubahan tersebut didasarkan pada cacat desain yang dianggap berkontribusi terhadap bencana.
Seiring dengan perubahan desain ini, White Star Line, dan semua perusahaan pembuat kapal pada saat itu, memiliki peraturan keselamatan yang baru, yang disetujui oleh pemerintah Inggris dan AS yang harus mereka ikuti. Mengembangkan peraturan keselamatan untuk kapal di laut adalah upaya lain untuk menghindari kecelakaan serupa dengan Titanic.
Perubahan itu memberi dampak positif. Peran insinyur kemudian menciptakan desain dan teknologi pembuatan kapal jauh lebih maju. Ini terbukti pada kecelakaan kapal Andrea Doria pada 1956, sebanyak lebih kurang 1600 penumpangnya berhasil selamat. Selain itu 700 penumpang kapal Prinsendam juga selamat pada kecelakaan 1980. hay/I-1

Redaktur: Ilham Sudrajat

Penulis: Haryo Brono

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.