Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pembangunan Nasional

Investor Harus Prioritaskan Pekerja Lokal

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sejumlah kalangan berharap agar setiap investasi yang masuk ke Indonesia, entah investasi asing maupun dalam negeri, harus memprioritaskan tenaga kerja lokal. Tujuannya agar kelebihan penduduk usia kerja RI bisa terserap di dunia kerja, sehingga investasi berdampak langsung mengurangi penggangguran dan mengentas kemiskinan.

Direktur Eksekutif Indonesian Resourcas Studies (IRESS), Marwan Batubara, menegaskan dari sejumlah temuan di daerah, banyak investasi asing yang memprioritaskan tenaga kerja dari luar. Padahal masih banyak sumber daya lokal yang bisa dimanfaatkan, namun diabaikan. Padahal jenis pekerjaan tersebut masih bisa dikerjakan oleh pekerja lokal.

"Kalau begini terus maka momentum bonus demografi kita tidak ada gunanya. Apalah gunanya investasi kalau hanya menguntungkan pekerja luar. Mestinya investasi yang masuk utamakan orang sendiri untuk bekerja. Kalau begini terus, ketimpangan pendapatan tidak akan pernah teratasi," tegas Marwan dalam diskusi terkait penyerapan tenaga kerja, di Jakarta, Rabu (2/3).

Tak Sesuai Regulasi

Marwan mengkritisi investor yang memprioritaskan pekerja luar. Dengan dalih tenaga kerja lokal tidak memiliki skill yang dibutuhkan, mereka mengimpor tenaga kerja dari luar. Padahal, tenaga kerja yang mereka datangkan tidak sesuai dengan regulasi di Indonesia.

"Mayoritas dari tenaga kerja asing yang didatangkan adalah pekerja kasar yang di dalam negeri sangat berlimpah, seperti satpam, tukang las, operator alat berat, sopir, dan lain sebagainya. Ini disayangkan padahal orang kita bisa mengambil kesempatan itu bukan orang luar," tegas Marwan.

Menurutnya, mestinya sumber daya lokal itu diutamakan. Terlebih lagi telah banyak kemudahan yang diberikan pemerintah kepada para investor, seperti kemudahan proses perizinan, fasilitas perpajakan, dan tenaga kerja murah.

Segala fasilitas tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh korporasi asal luar dengan dalih investasi. Korporasi itu memang membangun pabrik pengolahan (smelter) nikel di berbagai tempat, namun semua alat dan perlengkapan hingga tenaga kerjanya dibawa dari negara mereka.

Mereka mengeruk sumber daya alam (SDA) kita dengan harga yang sangat murah, setelah "diolah" menjadi produk setengan jadi berupa Nickel Pig Iron (NPI) yang hanya memiliki kadar 4-9 persen, kemudian diekspor ke negaranya, sehingga nilai tambah yang diharapkan diperoleh pemerintah Indonesia sangat rendah dibandingkan nilai tambah yang didapat negara asalnya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top