Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
PERSPEKTIF

Insentif PPh UMKM Kurang Sosialisasi

Foto : ANTARA/Aris Wasita

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Jawa Tengah II Handayani (kanan) saat memberikan keterangan kepada wartawan.

A   A   A   Pengaturan Font

Sudah lama Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang pandai menyusun rencana atau menyusun program, tapi lemah dalam pelaksanaan. Salah satu penyebabnya adalah kurang atau minimnya sosialisasi. Kalau toh ada, sosialisasi yang dilakukan hanya sebatas memenuhi prosedur saja.

Salah satu contohnya, banyak masyarakat Jakarta yang belum tahu larangan penggunaan kantong plastik yang berlaku mulai 1 Juli 2020. Di beberapa pasar tradisional masih banyak dijumpai penggunaan kantong plastik, padahal pengumuman penggunaan kantong plastik sudah jauh-jauh hari dilakukan. Namun karena sosialisasinya yang kurang, atau mungkin karena bersamaan dengan sosialisasi pencegahan Covid-19, pelaksanaannya kurang efektif.

Larangan yang tertuang dalam Pergub Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Pastik Ramah Lingkungan di Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat ini, meski sudah sejak 31 Desember 2019 lalu diundangkan, namun pada hari pertama pelaksanaannya masih banyak dijumpai pedagang yang menggunakan kantong plastik tidak ramah lingkungan hanya karena ketidaktahuannya.

Itu juga yang terjadi pada insentif pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Sebagai program dari Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), insentif tersebut hingga saat ini masih kurang direspons wajib pajak. Hal itu karena sosialisasi yang kurang sehingga banyak pelaku usaha yang belum mengetahui. Bahkan, ada yang mengira insentif tersebut otomais diberikan tanpa harus mengajukan permohonan terlebih dahulu.

Dari 2,3 juta pelaku UMKM yang ditargetkan akan memanfaatkan fasilitas itu, hingga saat ini tercatat baru mencapai 201 ribu pengusaha atau baru 8,7 persen yang mengajukan permohononan. Padahal tahun 2019 lalu ada sekitar 2,3 juta pelaku usaha yang membayar Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,5 persen dari omzetnya. Sekarang, di masa pandemi Covid-19, pemerintah membebaskan PPh untuk UMKM yang omzetnya di bawah 4,8 miliar per tahun hingga paling sedikit 13,1 juta rupiah per tahun. Pemerintah sendiri telah mengalokasikan dana sebesar 2,4 triliun rupiah.

Melihat minimnya pengusaha UMKM yang memanfaatkan insentif tersebut, Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu memperpanjang masa pemberian insentif pajak hingga Desember 2020. Perpanjangan itu dilakukan karena hingga 20 Juli 2020, realisasi insentif PPh Pasal 21 yang terserap baru 660 miliar rupiah atau sekitar 2,57 persen dari total alokasi insentif sebesar 25,66 triliun rupiah. Selain diperpanjang, kini stimulus PPh juga tersedia untuk lebih banyak sektor, juga prosedurnya yang lebih sederhana.

Kini, karyawan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dan penghasilan bruto bersifat tetap serta disetahunkan tidak lebih dari 200 juta rupiah pada salah satu dari 1.189 sektor yang telah ditentukan akan mendapatkan penghasilan tambahan dalam bentuk pajak yang tidak dipotong.

Memang terasa aneh, di tengah situasi ekonomi yang sulit seperti sekarang ini, kemudahan yang ditawarkan pemerintah kurang dimanfaatkan dengan baik. Rendahnya serapan insentif PPh ini seperti disebutkan di atas lebih banyak karena rendahnya pengusaha yang mengajukan, bukan karena banyak yang permohonannya ditolak. Jadi, persoalannya adalah sosialisasi yang kurang efektif. Oke, masa insentif PPh bagi UMKM kini diperpanjang, tapi jika tidak dibarengi dengan sosialisasi yang masif, dikhawatirkan hingga tenggat waktu Desember 2020 nanti, nasibnya akan sama seperti saat ini.

Mau tak mau, mulai saat ini sosialisi harus gencar dilakukan secara hebat dan masif. Banyak media yang bisa digunakan, seperti asosiasi bisnis, kampus, konsultan pajak, maupun dari Direktorat Jenderal Pajak sendiri. Kemudian, penggunaan media sosial yang saat ini pengaruhnya tidak kalah dengan media massa (pers) juga harus dicoba.

Jangan sampai program yang bisa membantu UMKM keluar dari jeratan kesulitan akibat pandemi Covid-19 ini sia-sia begitu saja. Jangan sampai cap yang melekat kepada Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang dikenal pandai menyusun program, tapi lemah dalam pelaksanaan semakin kuat hanya karena kita semua tidak mau bekerja keras. ν

Komentar

Komentar
()

Top