Insentif Pembiayaan ke Ekonomi Hijau Disiapkan
SUROKIM ABDUSSALAM Pengamat Sosial Ekonomi UTM - Insentif tersebut sudah tepat karena diperlukan sebagai pemantik munculnya kreativitas produksi ekonomi hijau.
Foto: ISTIMEWA» Sumber pembiayaan luar negeri mengurangi pinjaman ke sektor-sektor yang dianggap tidak ramah lingkungan.
» Insentif diperlukan sebagai pematik munculnya kreativitas produksi ekonomi hijau sekaligus pemihakan ke ekonomi berkelanjutan.
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) tengah menyiapkan insentif bagi bank yang menyalurkan pembiayaan/kredit ke sektor ekonomi hijau (green economy). Pemberian insentif itu agar bank-bank lebih berperan aktif dalam menyalurkan pembiayaan ke ekonomi hijau.
Asisten Gubernur BI yang juga Kepala Departemen Makroprudensial, Juda Agung, dalam pernyataannya di Jakarta, Minggu (5/12), mengatakan setelah kebijakan Loan to Value (LTV) maka bank sentral pada tahun depan akan menggodok insentif pembiayaan ekonomi hijau.
Kebijakan pembiayaan energi hijau akan menyasar pembiayaan ke industri energi surya, angin, maupun kendaraan listrik.
Langkah mendorong insentif, jelas Juda, juga tidak terlepas dari meningkatnya permintaan pembiayaan perusahaan nonhijau di bank-bank dalam negeri yang tecermin dari penurunan utang luar negeri (ULN) mereka.
"ULN perusahaan-perusahaan yang berorientasi tidak hijau atau komoditas ini menurun. Jelas datanya dan mereka beralih ke domestik, karena permintaan ada, jelas bank-bank domestik mau menyalurkan," kata Juda.
Kecenderungan beralihnya perusahaan nonhijau ke pembiayaan dalam negeri karena sumber pembiayaan luar negeri mengurangi pemberian pembiayaan untuk sektor-sektor yang dianggap tidak ramah lingkungan.
Menurut Juda, setidaknya sudah ada sekitar 100 bank-bank asing atau lembaga multilateral seperti Bank Pembangunan Asia (ADB) yang mengurangi pembiayaan untuk sektor nonhijau. Kalaupun ada, pengusaha di bidang sektor nonhijau akan dibanderol bunga yang tinggi.
Dengan melihat peningkatan permintaan pembiayaan sektor nonhijau itu, BI pun tergerak untuk mendorong perbankan untuk berbalik dan lebih berperan aktif dalam orientasi energi hijau.
Bank sentral, jelasnya, tidak memilih jalur menjatuhkan pinalti kepada mereka yang menyalurkan kredit ke sektor nonhijau, namun sebaliknya memilih menawarkan insentif bagi perbankan yang menyalurkan kredit ke sektor hijau.
Dia berharap agar perusahaan-perusahaan sektor nonhijau mau menyesuaikan diri di saat Indonesia bergerak menuju ekonomi hijau. "Misalnya supaya karbon lebih rendah, katakan industri batu bara," kata Juda.
Kedepankan "Reward"
Pakar Ilmu Ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B Suhartoko, yang diminta pendapatnya, mengatakan pembangunan berkelanjutan ke depan sudah menjadi keharusan. Tak terkecuali Indonesia sebagai bagian dari ekonomi dunia, apalagi dalam posisi Presidensi G20, intensitas kegiatan ekonomi hijau harus semakin tumbuh.
Agar bisa terealisasi, maka perlu strategi yang melibatkan pelaku ekonomi, khususnya investor dan pengusaha yang akan memperbesar kegiatan ekonomi hijau melalui sistem reward and punishment. "Pada kondisi saat ini sebaiknya mengedepankan strategi reward," kata Suhartoko.
Langkah BI untuk menyiapkan insentif merupakan langkah dari sisi pasar kredit yang patut diapresiasi, namun perlu juga dibarengi dengan insentif kepada sisi permintaan kredit ekonomi hijau. Fasilitas itu dipandang perlu karena masih ada pandangan ekonomi hijau akan menambah beban biaya bagi mereka dalam jangka pendek. "Untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan, pemerintah perlu mengalokasikan anggaran yang lebih besar di awal sebagai insentif baik dari penawaran maupun permintaan," kata Suhartoko.
Setelah ekonomi hijau berjalan, baru ke depan bisa memberlakukan punishment.
Dihubungi terpisah, Pengamat Sosial Ekonomi dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM), sekaligus peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC), Surokim Abdussalam, mengatakan insentif BI ke perbankan itu sudah tepat karena merupakan langkah nyata pada keberpihakan ke sektor ekonomi masa depan.
"Insentif tersebut sudah tepat karena diperlukan sebagai pemantik munculnya kreativitas produksi ekonomi hijau sekaligus terhadap pemihakan sektor ekonomi masa depan," kata Surokim.
Insentif juga merupakan policy progresif untuk mendorong berkembangannya ekonomi hijau khususnya dalam produksi dan pemakaian energi baru terbarukan (EBT). "Bagaimanapun kita semua punya kewajiban dan tanggung jawab untuk membuat bumi kian pro energi hijau sebagai bentuk tanggung jawab terhadap generasi mendatang," tegasnya.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
Berita Terkini
- Gorontalo Utara Lakukan Pengendalian PMK pada Ternak Sapi
- Penyeberangan Merak-Bakauheni Besok Relatif Aman
- Sebanyak 700 Rumah Warga di Indragiri Hilir Dilanda Banjir
- Pertumbuhan Kapitalisasi Pasar Modal Tahun Ini Kehilangan Daya Pacu
- Bangun Ketahanan Energi, Pemerintah Segera Implementasikan Program B40 Pekan Ini