Inflasi Memicu Lonjakan Tajam Utang Agregat di Asia
KRISHNA SRINIVASAN Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF - IMF memperkirakan perlambatan tajam dalam pertumbuhan global dari 6,1 persen tahun lalu menjadi 3,2 persen tahun ini. IMF juga memprediksi pertumbuhan di Tiongkok dan India akan terpukul.
Pengetatan kondisi moneter akan membebani keuangan yang sudah memburuk di beberapa negara Asia, dan membatasi ruang lingkup bagi pembuat kebijakan untuk meredam pukulan ekonomi dari pandemi dengan pengeluaran fiskal.
Gagal Bayar
Pakar ekonomi dari Universitas Brawijaya Malang, Munawar Ismail yang diminta tanggapannya mengatakan, untuk mencegah potensi gagal bayar di tengah penguatan dollar Amerika Serikat (AS), maka langkah yang seharusnya dilakukan adalah mengurangi impor dan meningkatkan ekspor, bukan denganjalan menutup utang lama dengan utang baru. "Untuk menjaga kemampuan utang ke depan, dalam jangka panjang bisa dengan meningkatkan ekspor lebih besar dari impor. Sementara karena utang luar negeri harus dibayar dengan dollar AS, maka yang perlu disiapkan adalah cadangan devisa," kata Munawar.
Meskipun pertumbuhan tinggi, negara tetap akan sulit membayar kalau cadangan devisanya kurang. "Makanya ekspor harus digenjot," kata Munawar.
Sementara itu, pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti mengatakan utang semua negara meningkat akibat pandemi covid-19. Begitu pula tren utang Indonesia yang terus dari tahun ke tahun.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya