Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Suplai Energi

Indonesia Hadapi Risiko Defisit Gas pada 2019

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

BOGOR - PT Perusahaan Gas Negara (Persero) atau PGN menegaskan impor gas saat ini belum diperlukan karena produksi gas dalam negeri masih surplus. Meski demikian, PGN memperkirakan impor gas baru bisa dilakukan sekitar 2025 ketika permintaan gas dalam negeri sudah tak bisa dipenuhi lagi oleh pasokan gas domestik.

Division Head Corporate Communication PGN, Dessy Anggia menyebutkan kondisi neraca gas bumi saat ini menunjukan kondisi surplus dan masih terdapat kargo LNG yang belum memiliki pembelinya atau uncommitted cargo. "Itu berarti impor gas saat ini masih belum tepat, karena masih banyak kargo yang belum terserap, Impor harus mengacu pada neraca gas," ungkapnya dalam diskusi bertajuk Impor Gas untuk Industri di Bogor, Jawa Barat, Kamis (7/9).

Disebutkannya, sejak 2016, banyak kargo yang tidak terserap. Pada 2017 misalnya, permintaan sebanyak 44 kargo dengan potensi suplai 70 kargo, dan contracted suplai 37 kargo. Tahun ini, sebanyak 63 kargo yang tidak terserap. Itu juga terjadi pada 2018 yang mana demand-nya 51 kargo dengan potential supply 74 kargo, dan contracted supply 37, sementara uncommitted cargo sebanyak 60 kargo.

Defisit gas awalnya diperkirakan baru terjadi pada 2019. Meski demikian, kondisi itu belum bisa menjadi indikator mutlak untuk melakukan impor gas. Bila asumsi pertumbuhan permintaan atau demand sesuai perencanaan, impor gas bisa dilakukan dalam dua tahun ke depan.

Namun, persoalannya dalam beberapa waktu terakhir, tren permintaan terhadap gas turun karena dipicu pelambatan pertumbuhan industri, sedikitnya pembukaan pabrik baru, serta penurunan permintaan Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Dampak Multidimensi

Dessy menambahkan impor gas akan mendatangkan dampak multidimensi. Importasi tidak serta-merta hanya dilakukan karena alasa mendapatkan gas murah. Impor perlu mempertimbangkan industri gas bumi nasional baik dalam aspek produksi, infrastruktur maupun pasar gas.

Seperti diketahui, pemerintah tengah mempertimbangkan untuk mengimpor gas alam cair (LNG) dari salah satu perusahaan di Singapura. Pemerintah beralasan impor dilakukan karena harganya lebih murah, ketimbang harga gas domestik. Kendati demikian, belum diputuskan apakah impor itu jadi dilakukan atau tidak.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menyebutkan rencana impor gas itu sulit diterima dengan akal sehat, apalagi berdasarkan data Kementerian Perindustrian pada 2017 kebutuhan industri akan gas bumi mencapai 2.280 MMSCFD. Sementara menurut Kementerian ESDM, produksi gas sampai 4 September itu sekitar 7.756 MMSCFD."Dari data ini tidak ada alasan untuk melakukan impor,"ungkapnya.

Agus meminta Pemerintah untuk fokus memperbaiki marjin harga gas yang tinggi ketika sampai ke tangan pelanggan karena banyak melalui perusahaan perantara alias trader yang mengambil marjin tinggi. Apalagi pemerintah merupakan penentu turun tidaknya harga gas, bukan justru beralih dengan mengimpor gas. ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top