Indef Sarankan agar Kenaikan PPN Diterapkan Saat Ekonomi Masyarakat Telah Stabil
Sejumlah pengunjuk rasa membawa poster saat aksi penolakan PPN 12 persen di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/12/2024).
Foto: Antara/Muhammad RamdanJakarta - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan, rencana penambahan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen bisa diterapkan jika kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat telah stabil
Esther dalam perbincangan di Jakarta, Rabu, mengatakan, rencana kenaikan tarif PPN sesuai UU Harmonisasi Peraturan Perpajalan (HPP) menjadi 12 persen dari 11 persen jangan sampai mendistorsi faktor-faktor pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB).
"Menurut Teori Laffer, ekonomi tumbuh dulu baru tax revenue akan meningkat. Bukan tarif pajak dinaikkan maka ekonomi tumbuh," kata Esther.
Menurut dia, rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 perlu dikaji dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini dan prospek ekonomi domestik.
Jika setelah ditimbang, terdapat kesimpulan bahwa kenaikan PPN dirasa kurang tepat, maka pemerintah perlu realistis untuk menunda kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen dari 11 persen.
"Intinya political will dan itu bisa karena saat ini kita akui kondisi ekonomi sedang lesu dan kurang bergairah," katanya.
Menurut dia, pemerintah dapat mengkaji pengalaman Pemerintah Malaysia yang sempat menaikkan tarif PPN dan berimbas pada perekonomian negara tersebut. Alhasil, Malaysia pun menurunkan tarif PPN tersebut.
"Pemerintah Malaysia saja menaikkan tarif PPN kemudian setelah tahu dampak kenaikan tarif itu mengakibatkan volume ekspor turun, maka kemudian dievaluasi kebijakan itu dan diturunkan kembali tarif PPN seperti semula," ujarnya.
Pemerintah berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen mulai tahun depan. Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Tarif PPN 12 persen telah menjadi bagian dari UU APBN 2025, yang telah disepakati bersama anatar Pemerintah dan DPR.Apabila akan melakukan perubahan tarif PPN dalam UU APBN, maka mekanismenya adalah melalui pembahasan RAPBN Penyesuaian/Perubahan.
Adapun UU HPP merupakan hasil kesepakatan antara pemerintah dan DPR yang ditetapkan pada masa pandemi COVID-19.
Pemerintah menaikkan tarif PPN utamanya untuk barang mewah yang merupakan konsumsi masyarakat kalangan atas, serta dalam waktu bersamaan pemerintah juga menetapkan kebijakan afirmatif pajak nol persen untuk sejumlah bahan pokok menjadi konsumsi kalangan masyarakat lainnya.
Menurut Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan, pengaruh kenaikan tarif PPN terhadap harga barang dan jasa hanya sebesar 0,9 persen.
Berita Trending
- 1 Hati Hati, Banyak Pengguna yang Sebarkan Konten Berbahaya di Medsos
- 2 Ayo Terbitkan Perppu untuk Anulir PPN 12 Persen Akan Tunjukkan Keberpihakan Presiden ke Rakyat
- 3 Buruan, Wajib Pajak Mulai Bisa Login ke Coretax DJP
- 4 Cegah Pencurian, Polres Jakbar Masih Tampung Kendaraan Bagi Warga yang Pulang Kampung
- 5 Tanda-tanda Alam Apa Sampai Harimau Sumatera Muncul di Pasaman dengan Perilaku Unik