Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ekonomi Global I IMF Percaya, Amerika Serikat Dapat Lolos dari Resesi Ekonomi

IMF Minta Negara-negara Prioritaskan Perangi Inflasi

Foto : Sumber: World Economic Outlook, April 2022 - KJ/ON
A   A   A   Pengaturan Font

>> Bila inflasi tinggi dan berlangsung lama, biaya, dan risiko jangka panjangnya akan lebih berat.

>> Kebijakan-kebijakan ekonomi antarnegara harus dilakukan dengan mengedepankan sinergitas untuk kepentingan bersama.

WASHINGTON - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva, pada akhir pekan lalu, menekankan pentingnya negara-negara di dunia memerangi inflasi saat ini untuk menopang prospek pertumbuhan ekonomi global di masa depan.

Menurut Gerogieva, upaya memerangi inflasi tersebut dipastikan akan menyebabkan "kesakitan" bagi konsumen dalam jangka pendek.

"Sukses dari waktu ke waktu (dalam menurunkan harga) akan bermanfaat bagi pertumbuhan global, tetapi beberapa kesulitan untuk mencapai kesuksesan itu bisa menjadi harga yang harus dibayar," kata Georgieva, saat IMF memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) pada 2022 sebesar 0,8 poin persentase menjadi 2,9 persen.

Georgieva mengatakan IMF percaya Amerika Serikat dapat lolos dari resesi, tetapi memperingatkan bahwa prospek itu memiliki risiko penurunan "signifikan".

Pengamat Ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata, yang diminta pendapatnya mengatakan inflasi yang tinggi tentu memberatkan konsumsi sementara pertumbuhan ekonomi memang potensial membawa inflasi. Maka, makin cepat ekonomi tumbuh, risiko inflasi juga meninggi. "Ini tipikal umum yang diyakini. Bila inflasi tinggi dan berlangsung lama, biaya dan risiko jangka panjangnya akan lebih berat. Dengan kerangka ini, inflasi ditekan dengan membatasi pertumbuhan ekonomi," kata Gunadi.

Dalam kondisi yang kritis, jelasnya, mungkin sampai pada sengaja membiarkan pertumbuhan ekonomi menjadi negatif selama beberapa waktu atau terjadi resesi.

Namun, resesi membawa implikasi menyakitkan juga bagi masyarakat. Bagi negara dengan tingkat kesejahteraan yang sudah tinggi, strategi ini mungkin bisa diterima. Tetapi akan menjadi sangat berat bagi negara-negara dengan ekonomi di lapis tengah ke bawah.

Resesi akan membuat daya beli masyarakat pun anjlok. Bila kecepatan pengurangan dampak inflasi lebih lambat dari kecepatan pengurangan beban masyarakat akibat resesi, biaya sosial dan politik bisa melonjak dengan cepat.

"Menjadikan resesi sebagai senjata untuk melawan inflasi demi pertumbuhan yang lebih berkualitas di masa depan membutuhkan kebijakan-kebijakan lain khususnya dalam merawat kesakitan yang dirasakan oleh masyatakat. Tepatnya, minimal harus ada serangkaian kebijakan jaminan sosial," papar Aloysius.

Namun demikian, pilihan tersebut juga tidak murah, dan tidak semua negara, apalagi menengah ke bawah, mempunyai kemampuan yang cukup untuk melakukannya. Sebab itu, strategi resesi juga tidak boleh berlama-lama. Malah mungkin akan berguna bila tidak semata demi mengendalikan inflasi, tetapi juga demi mengatur penggunaan sumber daya (alam) dan energi secara lebih hemat (seperti yang diusung oleh pendukung Degrowth theory).

"Dan lebih peduli terhadap perubahan iklim, sebenarnya juga merupakan buah dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang," tandas Aloysius.

Biaya Meningkat

Rekannya dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B. Suhartoko, mengatakan persoalan inflasi saat ini merupakan kontribusi dari meningkatnya biaya (cost push inflation) akibat kenaikan harga komoditas primer dan harga bahan bakar minyak (BBM).

Selain karena proses pemulihan perekonomian menyebabkan kenaikan permintaan (demand pull inflation). Persoalan lainnya adalah perang Russia-Ukraina juga turut berkontribusi terhadap kelangkaan energi dan bahan baku.

"Penyelesaian inflasi dilakukan dengan menambah penawaran bahan baku dan pengendalian produksi serta upaya menghentikan perang di negara produsen pangan," kata Suhartoko.

Upaya tersebut harus dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi dalam kepentingan bersama negara-negara di dunia. "Lebih singkatnya, kebijakan-kebijakan ekonomi antarnegara harus dilakukan dengan mengedepankan sinergitas untuk kepentingan bersama," katanya.

Beberapa lembaga internasional sebelumnya merevisi turun proyeksi ekonomi global tahun ini karena kekhawatiran dengan ancaman inflasi yang bersumber harga komoditas pangan dan energi.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top