Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sindrom Stockholm

Ikatan Emosional yang Tumbuh dalam Situasi Traumatis

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

"Sindrom Stockholm adalah konsep psikologis yang digunakan untuk menjelaskan reaksi tertentu, tetapi itu bukan diagnosis formal," kata Steven Norton, psikolog forensik di Rochester, Minnesota, AS.

Stockholm Syndrome tidak tercantum dalam edisi terbaru Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5), alat rujukan yang digunakan psikolog untuk mendiagnosis kondisi kesehatan mental dan perilaku.

"Namun, penegak hukum dan profesional kesehatan mental mengakui bahwa sindrom Stockholm dapat terjadi, sehingga ada penerimaan umum dan kesadaran akan kondisi tersebut. Seseorang dengan sindrom Stockholm mungkin mulai mengidentifikasi dengan atau membentuk hubungan dekat dengan orang-orang yang telah menyandera dia. Tawanan itu mungkin mulai bersimpati dengan para penyandera dan mungkin juga menjadi tergantung secara emosional pada mereka. Itu karena korban sindrom Stockholm mungkin menjadi semakin takut dan tertekan dan akan menunjukkan penurunan kemampuan untuk merawat diri mereka sendiri. Ini, pada gilirannya, akan membuat mereka lebih bergantung pada penculiknya untuk perawatan," kata Norton.

Menurut buletin penegakan hukum FBI edisi 1999, korban dengan sindrom Stockholm menunjukkan dua karakteristik utama. Pertama, perasaan positif terhadap penculiknya, dan kedua, perasaan negatif, seperti kemarahan dan ketidakpercayaan, terhadap penegakan hukum. Korban mungkin takut tindakan polisi akan mengancam keselamatan mereka. pur/R-1

Tidak Ada Kriteria yang Jelas
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top