Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Dampak Penurunan Tanah

Hasil Studi Terbaru: Kota-kota Pesisir di Asia Akan Tenggelam dengan Cepat

Foto : AFP/BAY ISMOYO

Sejumlah kota yang diteliti dalam studi ini, termasuk Jakarta ditemukan kecepatan tenggelam rata-rata 16,2 milimeter per tahun.

A   A   A   Pengaturan Font

SINGAPURA - Sebuah studi oleh para peneliti di Universitas Teknologi Nanyang (NTU) menemukan penurunan tanah yang cepat memperburuk masalah kenaikan permukaan laut. Hal tersebut mengakibatkan kota-kota akan tenggelam dengan cepat, yang itu terkonsentrasi di Asia.

Penelitian ini dipimpin oleh NTU bekerja sama dengan tim ilmuwan internasional dari University of New Mexico, ETH Zürich, dan Jet Propulsion Lab NASA yang dikelola oleh California Institute of Technology.

"Untuk mengukur laju tenggelamnya tanah, penelitian memeriksa citra satelit yang diproses dari 48 kota pesisir dari 2014 hingga 2020 menggunakan sistem pemrosesan berbasis cloud yang disebut Interferometric Synthetic Aperture Radar (InSAR)," bunyi rilis NTU, baru-baru ini.

Kota-kota pesisir dipilih berdasarkan ukuran populasi (setidaknya lima juta pada2020) dan kedekatannya dengan pantai (paling banyak 50 kilometerdari pantai). Singapura merupakan salah satu kota yang termasuk dalam penelitian.

"Studi ini menemukan kecepatan tenggelam rata-rata di 48 kota adalah 16,2 milimeter per tahun," ujarnya.

Beberapa wilayah daratan memiliki kecepatan tenggelam sebanyak 43 milimeterper tahun. "Kota-kota yang mengalami tingkat tenggelam tercepat terkonsentrasi di Asia, khususnya Asia Tenggara," tutur studi tersebut.

Kota-kota dengan rata-rata tingkat tenggelam tercepat, meliputi Tianjin, Tiongkok; Ho Chi Minh, Vietnam;Chittagong, Bangladesh; Yangon, Myanmar; Jakarta, Indonesia; dan Ahmedebad, India."Banyak kota dengan tingkat tenggelam yang tinggi adalah kota besar yang berkembang pesat," catat studi tersebut.

Lapisan Es Mencair

Tenggelamnya daratan memperburuk masalah yang dihadapi kota-kota pesisir dengan naiknya permukaan laut karena gletser dan lapisan es terus mencair. Ketika laju penurunan daratan meningkat, laju relatif kenaikan permukaan laut akan meningkat juga.

Perkiraan tingkat kenaikan permukaan laut saat ini rata-rata 3,7 milimeter per tahun. Hasil studi tersebut juga menyimpulkan bahwa laju penurunan tanah memiliki variabilitas yang lebih tinggi daripada perkiraan saat ini oleh Panel Internasional untuk Perubahan Iklim.

"Ini berarti dalam beberapa kasus, angkanya mungkin jauh lebih tinggi daripada yang diperkirakan," katanya.

Penulis pertama makalah Cheryl Tay, seorang mahasiswa PhD di NTU's Asian School of the Environment and Earth Observatory of Singapore, menguraikan dampak dari temuan penelitian tersebut dalam rilis berita NTU.

"Penenggelaman tanah yang cepat sering disebabkan oleh ekstraksi air tanah. Ini mengkhawatirkan di Asia di mana banyak kota pesisir sekarang menjadi pusat pertumbuhan, dan ada permintaan yang tinggi untuk ekstraksi air tanah untuk memenuhi kebutuhan air dari populasi yang terus bertambah," ungkap Cheryl.

Dia mencatat dengan memperkirakan kecepatan tenggelamnya kota-kota pesisir yang berpenduduk padat, itu dapat "membatasi proyeksi banjir pesisir dalam beberapa dekade mendatang".

Rekan penulis dan pakar Ilmu Bumi NTU, Emma Hill mengatakan temuan tersebut memungkinkan masyarakat dan pembuat kebijakan yang terkena dampak untuk mengidentifikasi wilayah berisiko tinggi. "Dan mengambil tindakan untuk mengatasi risiko pesisir," ujarnya.

Studi ini dilakukan untuk mendukung rencana strategis NTU 2025, yang bertujuan mengatasi tantangan keberlanjutan dan mempercepat penemuan penelitian menjadi inovasi yang mengurangi dampak manusia terhadap lingkungan, tulis rilis berita tersebut.

Ini juga berkontribusi pada Program Level Laut Nasional Singapura (NSLP), yang bertujuan membekali pembuat kebijakan dengan informasi yang mereka butuhkan untuk melindungi pantai Singapura melalui penelitian.

Selama Reli Hari Nasional 2019, Perdana Menteri Lee Hsien Loong mengumumkan ancaman terbesar yang dihadapi Singapura dari perubahan iklim, selain kekurangan pangan dan penyakit baru adalah naiknya permukaan laut.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top