![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
Harga Beras Dunia Bakal Ikut Melonjak
Foto: Sumber: BPS– Litbang KJ/and» India mengenakan bea keluar 20 persen untuk beberapa jenis beras ekspor mereka.
» Pencabutan subsidi pupuk akan berdampak pada meningkatnya HPP.
JAKARTA - Setelah harga beberapa komoditas pangan global melonjak seperti gandum dan kedelai maka harga beras diperkirakan juga akan ikut melonjak. Lonjakan itu dipicu oleh pembatasan ekspor beras oleh India yang merupakan kontributor 40 persen dari perdagangan global.
India, pada Jumat (9/9), pekan lalu, memberlakukan kontrol atas ekspor dari beberapa varietas beras dengan mengenakan bea keluar 20 persen untuk beras putih yang tidak digiling, beras merah yang dikupas, dan beras setengah giling atau beras yang digiling seluruhnya. Pembatasan tidak berlaku untuk beras basmati, varietas gandum paling terkenal di India.
Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi telah mengambil langkah-langkah untuk menopang ketahanan pangan dan menahan inflasi yang disebabkan oleh gangguan pasokan akibat pandemi Covid-19 dan perang di Ukraina.
Pakar di Dewan Penelitian Hubungan Ekonomi Internasional India, Ashok Gulati, mengatakan pembatasan ekspor akan membantu menjinakkan inflasi domestik pada sereal.
"India telah mengekspor hampir 40 persen dari perdagangan global, dan itu menurunkan harga global. Bagian dari daya saing ini berasal dari subsidi besar pada pupuk dan listrik, dan langkah ini sebagai upaya untuk memulihkan sebagian dari subsidi tersebut," katanya.
Selain itu, hujan monsun di India yang tidak merata tahun ini, meningkatkan kekhawatiran tentang penurunan produksi beras dan harga pangan yang lebih tinggi pada saat biaya bahan makanan impor meningkat. Inflasi tahun berjalan sekitar 7 persen, di atas target pada kisaran 4-6 persen yang diproyeksikan Reserve Bank of India. Hal itu telah meningkatkan suku bunga pinjaman tiga kali tahun ini dalam upaya untuk menahan harga.
India memberlakukan pembatasan ekspor gandum dan gula tahun ini, tetapi telah menunda untuk beras, sehingga harga beras tidak naik secepat beberapa makanan lainnya. India mengekspor beras senilai 8,8 miliar dollar AS pada tahun keuangan 2020-21.
Pasar terbesarnya untuk beras non-basmati termasuk Nepal dan Bangladesh, Uni Emirat Arab, Irak, Malaysia dan Afrika Barat.
Ancam Stabilitas
Koordinator Nasional untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, yang diminta pendapatnya, mengatakan stok pangan global belum sepenuhnya aman, sehingga banyak negara memproteksi produksinya. Tingginya kerawanan pangan tersebut, katanya, bisa membahayakan stabilitas negara.
Menurut Said, dalam menghadapi situasi tersebut maka ada dua hal yang perlu dibenahi. Pertama, mengubah paradigma pembangunan yang tidak hanya berorientasi pada peningkatan produksi namun juga kesejahteraan petani. "Kepastian harga, dukungan sarana, dan fasilitasi penguatan kapasitas menjadi mutlak," katanya.
Kedua, perlunya investasi yang sesuai dan efektif, mulai dari infrastruktur pertanian, teknologi, riset dan teknologi, pendampingan, dan penataan pasar.
Pada kesempatan lain, Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), M. Qomarun Najmi, mengatakan untuk mengatasi masalah pangan ke depannya, pemerintah harus lebih gencar lagi mendorong diversifikasi pangan. Ekosistem pangan lokal harus dibantu, terutama jaringannya dari hulu ke hilir. Selain itu, harus pula didukung penataan distribusi pangan yang memadai.
Sementara itu, akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi, mengatakan perlu kebijakan khusus untuk petani guna mendukung produktivitas pertanian dalam negeri di tengah ancaman krisis pangan global dan krisis energi yang menyebabkan kenaikan bahan bakar dan pupuk. "Pemerintah harus memberikan skema khusus bagi petani," kata Gandhi seperti dikutip dari Antara.
Hal itu lantaran kebijakan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan pencabutan subsidi pupuk akan berdampak langsung pada harga pokok produksi (HPP) pertanian yang akan meningkat. "Pengurangan jenis pupuk yang disubsidi pemerintah hanya dua jenis, yakni Urea dan NPK, akan mendorong petani membeli pupuk komersil sehingga meningkatkan HPP pertanian," katanya.
Petani, tambahnya, layak mendapatkan apresiasi dengan kebijakan khusus karena mereka berjasa memenuhi kebutuhan pangan secara nasional maupun untuk pasar global. "Kita harus berterima kasih pada petani karena mereka masih mau berproduksi meskipun di tengah harga yang fluktuatif dan keberpihakan pemerintah memang tidak seperti dulu," pungkas Prima
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Kepala Otorita IKN Pastikan Anggaran untuk IKN Tidak Dipangkas, tapi Akan Lapor Menkeu
- 2 Presiden Prabowo Pastikan Pembangunan IKN Akan Terus Berlanjut hingga 2029
- 3 Masyarakat Bisa Sedikit Lega, Wamentan Jamin Stok daging untuk Ramadan dan Lebaran aman
- 4 SPMB Harus Lebih Fleksibel daripada PPDB
- 5 Danantara Jadi Katalis Perekonomian Nasional, Asalkan...