Hakim AS: Korban Tewas Kecelakaan Boeing 737 MAX 'Korban Kejahatan'
Keluarga korban kecelakaan pesawat Boeing 737 MAX yang dioperasikan Ethiopian Airlines.
Foto: TONY KARUMBA/AFPDALLAS - Seorang hakim Pengadilan Distrik Utara Texas Amerika Serikat (AS), pada Jumat (21/10), memutuskan bahwa penumpang yang tewas dalam dua kecelakaan Boeing 737 MAX secara hukum dianggap sebagai "korban kejahatan".
Pada Desember, beberapa kerabat korban kecelakaan mengatakan Departemen Kehakiman AS melanggar hak hukum mereka ketika mencapai kesepakatan penangguhan penuntutan Januari 2021, dengan produsen pesawat Boeing atas dua kecelakaan yang menewaskan 346 orang.
Dikutip dari CNN, para kerabat korban tersebut berpendapat pemerintah "berbohong dan melanggar hak-hak mereka melalui proses rahasia" dan meminta Hakim Distrik AS, Reed O'Connor, untuk mencabut kekebalan Boeing dari tuntutan pidana, yang merupakan bagian dari perjanjian 2,5 miliar dollar AS, serta memerintahkan pembuat pesawat itu didakwa di depan umum atas tuduhan kejahatan.
"Secara keseluruhan, ada konspirasi kriminal Boeing menipu (Administrasi Penerbangan Federal), 346 orang tidak akan kehilangan nyawa mereka dalam kecelakaan itu," bunyi keputusan O'Connor.
Paul Cassell, seorang pengacara untuk keluarga tersebut, mengatakan keputusan itu "adalah kemenangan yang luar biasa". "Menyiapkan panggung untuk sidang penting, di mana kami akan mengajukan usulan pemulihan yang akan memungkinkan penuntutan pidana untuk meminta pertanggungjawaban penuh Boeing," tuturnya.
Tidak Berkomentar
Setelah keluarga mengajukan gugatan hukum dengan mengatakan hak mereka dilanggar berdasarkan Undang-Undang Hak Korban Kejahatan, Jaksa Agung Merrick Garland bertemu dengan beberapa dari mereka, tetapi tetap pada kesepakatan pembelaan, yang termasuk denda 244 juta dollar AS, kompensasi 1,77 miliar dollar AS untuk maskapai dan 500 juta dollar AS dana korban kecelakaan.
Kesepakatan itu mengakhiri penyelidikan 21 bulan terhadap desain dan pengembangan pesawat jenis 737 MAX setelah kecelakaan mematikan di Indonesia dan Ethiopia pada 2018 dan 2019.
Boeing tidak mengungkapkan perincian kunci kepada FAA tentang sistem keselamatan yang disebut MCAS, yang dikaitkan dengan kedua kecelakaan fatal dan dirancang untuk membantu melawan kecenderungan MAX untuk naik. "Seandainya Boeing tidak melakukan kejahatannya, pilot di Ethiopia dan Indonesia akan menerima pelatihan yang memadai untuk menanggapi aktivasi MCAS yang terjadi pada kedua pesawat," tegas O'Connor.
Kecelakaan, yang telah merugikan Boeing lebih dari 20 miliar dollar AS untuk kompensasi, biaya produksi, dan denda, dan menyebabkan larangan terbang selama 20 bulan untuk pesawat terlaris, mendorong Kongres untuk meloloskan undang-undang yang mereformasi sertifikasi pesawat FAA.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Pemerintah Siapkan Pendanaan Rp20 Triliun untuk UMKM-Pekerja Migran
- 2 Kabar Gembira untuk Warga Jakarta, Sambung Air PAM Baru Kini Gratis
- 3 Perluas Akses Permodalan, Pemerintah Siapkan Pendanaan Rp20 Triliun untuk UMKM hingga Pekerja Migran
- 4 Penjualan Tesla di Tiongkok Capai Rekor Tertinggi pada 2024
- 5 Barca Wajib Waspadai Barbastro