Hak Atas Lingkungan Hidup yang Sehat
Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Ibu Kota melakukan aksi sebelum sidang pembacaan putusan gugatan terkait polusi udara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (16/9/2021). Pada aksinya mereka menuntut pemerintah bisa mengendalikan polusi udara Jakarta dan sekitarnya.
Foto: ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/focHari kemarin bisa menjadi sejarah penegakan hukum lingkungan di Indonesia, DKI Jakarta khususnya. Betapa tidak, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berani menghukum atau memutuskan bahwa negara bersalah karena lalai dalam menyediakan lingkungan yang bersih dan sehat untuk ditinggali.
Memperoleh tempat tinggal dengan lingkungan bersih dan sehat adalah hak asasi. Kasus pencemaran udara, khususnya, di Jakarta diajukan 30 personel beberapa bulan lalu. Mereka adalah Melanie Soebono, Elisa Sutanudjaja, Tubagus Soleh Ahmadi, Nur Hidayati, Adhito Harinugroho, Asfinawati, dan 24 lainnya yang diwakili penasihat hukum Arif Maulana. Gugatan diajukan 4 Juli 2019.
Mereka minta agar para tergugat (Presiden Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarka Anies Baswedan, dan sejumlah menteri) dinyatakan terbukti melanggar hak asasi manusia karena lalai memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
PN Jakarta Pusat kemarin menjawab harapan para pemohon. Majelis hakim memutuskan negara Republik Indonesia yang diwakili Presiden Joko Widodo hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan berupa polusi udara.
Juga dinyatakan bersalah adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Para tergugat dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan ketentuan dari segala perundang-undangan terkait. Sekarang hukum sudah ditegakkan.
Maka, semua tinggal kemauan politik dari para terhukum, apakah mau menjalankan atau tidak. Sebab masyarakat sudah menyuarakan bahkan menggugat, dan diputus. Kalau mereka tidak menjalankan, ya masyarakat akan terus menerima ruang hidup dengan penuh pencemaran udara.
Sebenarnya, hormat pada lingkungan dengan menjaganya sudah menjadi tren dunia. Maka, sesungguhnya ada atau tidak putusan bersalah ini, negara atau kepala daerah harus memasukkan hormat lingkungan dalam proses pembangunan wilayah.
Jalur-jalur hijau atau ruang-ruang terbuka harus dibuat. Jangan malah yang sudah ada diokupansi sehingga terus menyempit. Perlu alokasi anggaran yang jauh lebih besar untuk menciptakan lingkungan yang sehat. Jakarta harus bisa menjadi contoh menjadi wilayah yang sehat. Jangan malah menjadi contoh daerah yang terus saja diserang banjir.
Selain itu putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini bisa jadi momentum bagi pemerintah untuk menyadari arti pentingnya pengembangan energi baru terbarukan (EBT) yang komitmennya perlu dipertanyakan. EBT selain menciptakan lingkungan lebih bersih, juga lebih hemat biaya dalam jangka panjang. Kita memiliki banyak sekali sumber EBT, baik itu angin, mikrohidro, dan terutama tenaga surya yang jumlahnya tidak terbatas.
Redaktur: Aloysius Widiyatmaka
Penulis: Aloysius Widiyatmaka
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Pemerintah Sosialisasikan Hasil COP29 Sembari Meluncurkan RBC-4
- 2 RI Harus Antisipasi Tren Penguatan Dollar dan Perubahan Kebijakan Perdagangan AS
- 3 Segera diajukan ke Presiden, Penyederhanaan Regulasi Pupuk Subsidi Masuk Tahap Final
- 4 Jika Alih Fungsi Lahan Pertanian Tak Disetop, Indonesia Berisiko Krisis Pangan
- 5 Kemendagri: Sengketa Pilkada Serentak 2024 Terbanyak dari Perselisihan Pemilihan Bupati
Berita Terkini
- Resmikan Terowongan Silaturahim Istiqlal-Katedral, Presiden Prabowo Tegaskan Kerukunan Syarat Mutlak Berbangsa
- Banjir dan Hujan Deras Karyawan Akan Bekerja di Rumah
- Hati-Hati Kebakaran Terus Mengintip
- Pengusaha Juga Perlu Diperhatikan Agar Bisnis Tetap Jalan
- Mengagetkan Banyak Sekali, Kelompok HAM Suriah Dokumentasikan Kejahatan Perang 6.000 Perwira Assad