Gempa Megathrust Bukan Mitos, Membangun Budaya Sadar Bencana Lewat Komunikasi Risiko
Ancaman gempa ‘megathrust’ mengintai kawasan selatan Pulau Jawa.
Ketika status Gunung Merapi dinaikkan menjadi Siaga (Level III), masyarakat sudah tahu harus berbuat apa. Mereka bisa tetap menjalankan kehidupan sehari-hari dengan normal sambil menyiapkan tas darurat, memahami jalur evakuasi, dan mengikuti informasi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG).
Kebiasaan ini dibentuk melalui edukasi bencana yang panjang sejak pertengahan 1990-an, yakni setelah erupsi Merapi pada 1994. BPPTKG juga telah memulai program Wajib Latih Penanggulangan Bencana (WLPB) untuk masyarakat sejak 2008.
2. Memadukan pendekatan sains dan nilai lokal
Orang mungkin tidak selalu mengingat ancaman gempa, namun pengetahuan dan ingatan tentangnya selalu ada. Sehingga, ketika mereka menerima peringatan dini gempa atau mengalami gempa, respons yang tepat dapat dilakukan karena pengetahuan dan ingatan tersebut tertanam dalam diri mereka.
Contohnya adalah masyarakat Simeulue di Aceh yang mengenal fenomena smong. Ketika terjadi gempa besar disertai surutnya air laut, mereka akan segera berlari ke bukit untuk menghindari tsunami sambil berteriak bersahut-sahutan, "smong, smong, smong". Dalam bahasa lokal, smong berarti tsunami.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : -
Komentar
()Muat lainnya