Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Fenomena Siswa Tantang Guru

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Maraknya fenomena siswa menantang guru adalah soal serius. Karena pendidikan adalah tanggung jawab semua pihak; baik sekolah, guru, siswa, orang tua, dan pemerintah. Sangat salah bila memvonis bahwa pendidikan adalah tanggung jawab guru atau sekolah semata. Apalagi menganggap "uang" adalah segalanya dalam pendidikan. Dunia pendidikan hari ini, sungguh dihadapkan pada realitas degradasi moral, karakter, etika, dan peradaban yang menjadi sebab utama terjadinya perilaku menyimpang di sekolah, baik siswa maupun guru. Apalagi di tengah era digital, berapa banyak siswa yang menjadi "yatim piatu semu", anak-anak yang statusnya punya orang tua, tapi realitas kesehariannya "tidak dekat" dengan orang tua.

Berangkat dari kondisi ini, pemerintah harus hadir untuk mengatasi fenomena "siswa tantang guru" dengan menguatkan pendidikan karakter di sekolah, di samping merevitalisasi peran bimbingan konseling (BK) di sekolah. Bahkan, orang tua pun harus terlibat aktif, minimal memperkuat pola pengasuhan di rumah. Karena harus diakui, pendidikan yang sehat hanya lahir dari proses belajar-mengajar yang sehat pula. Dunia pendidikan bukan soal "lembut atau keras" tapi soal "berkarakter atau tidak berkarakter".

Pendidikan Karakter

Menyikapi fenomena siswa menantang guru, maka solusinya adalah memperkuat pendidikan karakter di sekolah. Sekolah bukanlah tempat untuk meraih nilai akademis yang tinggi. Bukan pula tempat untuk menjawab pertanyaan yang sulit. Bahkan sekolah, bukan tempat untuk melahirkan generasi yang pintar namun tanpa karakter. Tapi sekolah adalah tempat untuk mempertahankan semangat berprestasi, semangat kebaikan agar mampu bertahan hidup dalam beragam tantangan.

Pendidikan karakter adalah roh inti dari proses pendidikan. Pendidikan yang tidak hanya bertumpu pada logika (pikiran), tapi mampu memperkokoh etika (hati dan spiritual), estetika (rasa), dan kinestetik (perilaku). Maka melalui pendidikan karakter, proses belajar intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler yang berlangsung sekolah harus terintegrasi dan berbasis pada pengembangan budaya sekolah.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top