Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 06 Nov 2021, 05:41 WIB

Emisi CO2 Global Kembali Meningkat

Polusi di Beijing l Sejumlah warga Beijing sedang menyeberangi jalan saat terjadi polusi udara parah pada Jumat (5/11) pagi. Pihak berwenang di Beijing menyatakan polusi ini terjadi akibat kombinasi kondisi cuaca yang tidak menguntungkan dan penyebaran polusi regional.

Foto: AFP/GREG BAKER

GLASGOW - Sebuah penelitian yang diterbitkan oleh Global Carbon Project pada Kamis (4/11) menyatakan bahwa keuntungan dari penurunan emisi karbon tahun lalu sebagai impaklockdownsaat pandemi Covid-19, hilang seketika saat kegiatan ekonomi kembali pulih di seluruh dunia.

"Meningkatnya emisi, terutama disebabkan oleh karbon dioksida berbahaya yang dipancarkan dari pembangkit listrik tenaga batu bara dan gas," ungkap laporan itu.

Para peneliti mengatakan, mereka telah memperkirakan emisi akan meningkat lagi, setelah melihat penurunan selama tahun pandemi, tetapi peningkatannya lebih besar dari yang diprediksi.

"Kami memprediksi akan terjadi beberapa kenaikan kembali emisi. Yang mengejutkan kami adalah intensitas dan kecepatan kenaikan ulang itu," kata Pierre Friedlingstein, penulis utama laporan dan peneliti pemodelan iklim di University of Exeter.

Para peneliti mencatat, emisi dari pembakaran batu bara, minyak, dan gas bumi turun selama pandemi. Namun, emisi gas meningkat sebesar 2 persen dan emisi batubara sebesar 1 persen antara 2019 dan 2021.

Studi tersebut memperkirakan, pada 2021 dunia akan memuntahkan emisi 36,4 miliar metrik ton karbon dioksida, dibandingkan dengan 36,7 miliar metrik ton dua tahun lalu.

Laporan dari Global Carbon Project itu dirilis saat para pemimpin dunia hadiri KTT COP26 di Glasgow, Skotlandia, yang dipandang sebagai kesempatan terakhir untuk menghentikan bencana perubahan iklim. Konferensi iklim PBB tersebut dihadiri oleh lebih dari 120 kepala negara yang mencoba mencari cara untuk menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat Celsius.

"Laporan ini adalah pemeriksaan realitas. Ini menunjukkan apa yang terjadi di dunia nyata saat kita di sini di Glasgow berbicara tentang mengatasi perubahan iklim," kata pakar ilmu perubahan iklim di University of East Anglia Inggris, Corinne Le Quere.

Janji Emisi Nol

Dalam laporan itu disebutkan bahwa Tiongkok menyumbang sebagian besar emisi batu bara dan gas global itu ketika Negeri Panda berusaha untuk menggerakkan kembali perekonomiannya pasca pandemi Covid-19.

Menurut negosiator iklim PBB dan utusan iklim khusus untuk Tiongkok, Xie Zhenhua, pada Selasa (2/11) lalu mengatakan bahwa Tiongkok adalah salah satu penghasil emisi terbesar karena masih merupakan ekonomi berkembang.

Pada 2020, Tiongkok juga tercatat menjadi kontributor utama emisi karena investasi untuk memacu pemulihan ekonomi dari pandemi virus korona menyebabkan penggunaan batu bara yang lebih besar pada tahun itu, bahkan ketika emisi turun di negara lain.

Saat ini Tiongkok dan India merupakan negara penghasil gas rumah kaca terbesar dan ketiga terbesar di dunia. Pada 2021 ini diperkirakan kedua negara itu akan menghasilkan emisi yang lebih tinggi dibanding pada 2019. Sementara Amerika Serikat dan Eropa diperkirakan memiliki level emisi karbon yang sedikit lebih rendah.

Pada pembukaan KTT COP26, India berjanji akan mencapai emisi nol bersih pada 2070. Sedangkan Tiongkok, yang kepala negaranya tidak hadir dalamKTT tersebut, telah menyerahkan dokumen untuk menegaskan kembali janjinya yang dilontarkan pada 2020 yaitu mencapai emisi nol bersih pada 2060.SB/AFP/DW/I-1

Redaktur: Ilham Sudrajat

Penulis: AFP, Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.