Vendra Setiawan, Universitas Surabaya
Tingginya kesadaran kaum muda dalam merawat diri membuat pertumbuhan industri produk kecantikan di Indonesia moncer dari tahun ke tahun. Transaksi kosmetik nasional mencatatkan angka fantastis sepanjang 2018-2022 dengan mencapai Rp13.287,4 triliun.
Kemajuan platform belanja daring juga mendorong pemasaran dan distribusi produk kosmetik yang signifikan, baik di pasar domestik maupun internasional. Karena akses yang kian mudah, merek lokal pun berpeluang lebih besar bersaing di pasar global.
Pendapatan pasar kosmetik Indonesia pada 2024 diproyeksikan mencapai USD1,94 miliar (Rp31,3 triliun) dengan pertumbuhan tahunan 4,86% hingga 2029.
Kredibilitas dalam dunia kosmetik sendiri kini tak hanya bergantung kualitas produk, tetapi juga popularitas dan pengalaman pribadi para beauty enthusiast yang sering kali menjadi acuan konsumen. Namun, di tengah derasnya arus informasi, kesadaran akan pentingnya pemilihan kosmetik yang aman, bermanfaat, dan bermutu menjadi kebutuhan utama. Konsumen harus memahami bahwa keamanan dan keandalan produk kosmetik tak hanya terlihat dari kemasannya, tetapi juga dari proses pengujian yang sesuai standar.
Ketergantungan importasi bahan baku tinggi, maklon tumbuh subur
Ceruk bisnis alat kecantikan di Tanah Air tidak hanya berasal dari banyaknya produsen, tapi juga dari kian beragamnya produk yang ditawarkan. Manisnya potensi bisnis kosmetik Indonesia terlihat dari pernyataan Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia mengenai banyaknya potensi konsumen di dalam negeri menjadi fondasi suburnya bisnis kecantikan.
Omzet kosmetik di kawasan Asia pada tahun 2023 telah mencapai US$42,75 miliar (Rp691 triliun). Angka ini diprediksi melonjak hingga US$54,96 miliar (Rp888 triliun) pada 2029 mendatang. Lini produk kosmetik, terdiri dari kosmetik muka, mata, bibir, kuku, hingga produk kosmetik umum ramah lingkungan.
Di Indonesia, produk kecantikan turunan yang beredar di pasar nasional menjadi kian beragam yang membuat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) rata-rata menerbitkan 10.555 surat izin edar setiap bulannya (Juli-November 2024).
Meski begitu, menjalankan bisnis kosmetik tidak selalu mudah dan efisien karena ada banyak bahan baku yang harus diimpor. Namun, ada satu metode bisnis kosmetik yang dianggap cocok untuk menuai ceruk pasar kosmetik nasional, yakni maklon.
Maklon adalah jasa pengolahan produk yang dilakukan suatu pihak melalui pihak lain yang memiliki kemampuan memproduksi barang yang diinginkan. Pengguna jasa maklon berhak menjadi pemilik dan memasarkan merek yang diinginkan.
Indonesia setidaknya memiliki 1.039 perusahaan kosmetik yang lebih dari separuhnya merupakan perusahaan pengguna jasa maklon. Peningkatan jumlah pemain industri kosmetik lokal pun didominasi pelaku usaha kecil dan menengah yang mencapai 95%.
Perlu sistem jaring perlindungan konsumen
Pemerintah sendiri telah mengambil langkah konkret untuk melindungi konsumen melalui dua pendekatan utama. Pre-market control melalui notifikasi kosmetik dan post-market control dengan inspeksi berkala yang memastikan produk beredar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Namun, diperlukan peran aktif masyarakat dalam memastikan keamanan kosmetik yang mereka gunakan. Salah satu caranya adalah dengan mengakses basis data BPOM.
Konsumen dapat memeriksa daftar kosmetik yang mengandung bahan berbahaya. Hal ini membantu konsumen lebih cermat dan selektif dalam memilih produk kosmetik yang aman dipakai.
Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 17 Tahun 2014, kosmetik yang beredar harus memenuhi persyaratan ketat terkait cemaran mikroba dan logam berat. Aturan ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari risiko kesehatan yang disebabkan oleh penggunaan produk yang tidak aman.
Mandatori pemerintah terhadap pelabelan sertifikasi halal bagi seluruh produk kecantikan yang diperdagangkan di dalam negeri juga perlu diapresiasi. Meskipun sejauh ini baru ada setidaknya 14 lembaga pemeriksa halal yang memiliki keahlian khusus dalam memverifikasi produk kecantikan, khususnya kosmetik.
Koordinasi lintas lembaga dan kementerian teknis terkait industri kecantikan di Tanah Air juga perlu dilakukan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Teknologi untuk perketat pengawasan kosmetik
Berdasarkan regulasi di Indonesia, batasan cemaran logam produk kosmetik yaitu:
- Merkuri: tidak lebih dari 1 bagian per juta (bpj)
- Timbal: tidak lebih dari 20 bpj
- Arsenik: tidak lebih dari 5 bpj
- Kadmium: tidak lebih dari 5 bpj
Sebuah studi tahun 2024 dalam jurnal Sustainability menyebutkan bahwa logam berat, seperti merkuri, timbal, arsenik, dan kadmium sering ditemukan sebagai trace elements (unsur kimia berukuran sangat kecil) yang sulit dihindari dalam proses produksi kosmetik. Namun, jika kandungannya melebihi ambang batas, logam-logam ini dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan.
Paparan logam berat dalam jumlah kecil maupun dalam waktu yang lama, dapat memicu toksisitas kronis atau gangguan kesehatan menahun akibat keracunan).
Penelitian tahun 2024 lainnya menunjukkan bahwa merkuri dikenal sebagai salah satu logam paling beracun. Dalam industri kosmetik, merkuri umumnya digunakan untuk produk pemutih kulit, seperti krim dan sabun.
Garam merkuri bekerja dengan menghambat pembentukan melanin sehingga memberikan efek kulit terlihat lebih cerah. Namun, demi memaksimalkan efek pemutih, beberapa produsen kosmetik melanggar ambang batas merkuri yang ditetapkan Konvensi Minamata.
Guna memastikan keamanan kosmetik, pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan metode analisis deteksi dan pengukuran kadar logam berikut, di antaranya:
1. ICP MS & SSA
Dua metode utama yang sering digunakan untuk menganalisis deteksi dan mengukur kadar logam, yaitu inductively coupled plasma mass spectrometry (ICP-MS) dan spektroskopi serapan atom (SSA). Kedua teknik ini dikenal dengan sensitivitas dan akurasinya dalam mendeteksi logam berat, seperti merkuri, timbal, arsenik, dan kadmium.
Sayangnya, selain membutuhkan biaya tinggi, analisis ini memerlukan fasilitas laboratorium yang terpusat dengan peralatan canggih.
2. X-ray fluorescence (XRF) portabel
Sebagai alternatif, sebuah studi tahun 2024 dalam Journal of Environmental Chemical Engineering menyebutkan perangkat x-ray fluorescence (XRF) portabel sebagai solusi untuk mendeteksi kadar merkuri. Meski menawarkan mobilitas, teknologi ini masih tergolong mahal, sehingga belum bisa diakses secara luas.
3. Sensor kimia pendeteksi merkuri
Dalam upaya menghadirkan solusi yang lebih praktis, sebuah penelitian di jurnal Arabian Journal of Chemistry tahun 2024 memperkenalkan penggunaan sensor kimia untuk deteksi merkuri. Pendekatan baru menggunakan sensor berbasis nanoteknologi ini memungkinkan deteksi merkuri secara cepat, murah, dan efisien.
Reaksi merkuri dengan sensor ini menghasilkan perubahan warna dari kuning menjadi hijau, yang dapat ditangkap oleh kamera ponsel pintar. Hasil gambar digital tersebut dianalisis menggunakan matriks Red-Green-Blue (RGB), sehingga konsentrasi merkuri dapat dihitung dengan akurat. Menariknya, metode ini tidak hanya portabel, tetapi juga cepat, dengan waktu analisis hanya sekitar 20 detik.
Lebih dari itu, batas deteksi yang dicapai sangat rendah, yakni 1,9 × 10?? M (setara dengan 0,00381 bpj), menjadikannya salah satu metode yang menjanjikan untuk pengukuran logam berat khususnya merkuri yang batas sensitivitas deteksinya 262,47 kali lebih rinci dibandingkan dengan persyaratan yang diwajibkan oleh pemerintah Indonesia.
Pendekatan ini memberikan harapan baru untuk mempermudah proses pengawasan terhadap produk kosmetik. Dengan biaya yang lebih rendah dan aksesibilitas yang lebih luas, teknologi seperti ini diharapkan dapat membantu pihak regulator untuk memastikan keamanan produk dengan lebih efektif.
Perkembangan industri kosmetik nasional memang cerah. Namun, fenomena ini harus diimbangi dengan regulasi dan pengawasan yang ketat agar tidak merugikan masyarakat dan negara. Pun, sebagai konsumen kita perlu meningkatkan kewaspadaan dalam memilih produk kosmetik yang aman agar tujuan untuk mempercantik diri tetap tercapai dengan risiko yang seminimal mungkin.
Vendra Setiawan, Dosen Farmasi, Universitas Surabaya
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.