EBT dan Program Laptop Merah Putih
Foto: ANTARALaptop jelas membutuhkan listrik. Sementara belum semua wilayah di Indonesia sudah teraliri listrik. Kita tidak bisa mengandalkan accu ataupun diesel untuk nge-charge baterei laptop. Untuk itu, pengembangan EBT harus mulai serius digarap.
Presiden Joko Widodo beberapa kali minta agar rakyat Indonesia lebih cinta produk dalam negeri. Tujuannya untuk menekan defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan. Salah satu caranya dengan mengurangi ketergantungan terhadap barang-barang impor.
Membanjirnya barang impor di pasar dalam negeri bukan rahasia lagi. Contohnya di beberapa platform perdagangan digital yang katanya milik anak bangsa, tetapi barang yang dijual sebagian besar adalah barang impor. Padahal justru di platform perdagangan digital itulah misi kita mengangkat Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) bisa dilakukan.
Dalam rangka meningkatkan penggunaan produk dalan negeri itulah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merencanakan perancangan produk di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), salah satunya Laptop Merah Putih yang akan dimuat di dalam negeri.
Laptop Merah Putih dibuat menggunakan sumber daya manusia dalam negeri melalui kerja sama dengan tiga perguruan tunggi, ITB, ITS, dan UGM. Laptop yang dihasilkan nantinya diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada impor TIK.
Sayangnya ada kabar kurang sedap, dana yang dianggarkan untuk laptop tersebut 10 juta per unit. Dengan spesifikasi yang ada, harga tersebut menurut beberapa kalangan terlalu mahal meski akhirnya Kemendikbud menjelaskan bahwa ada dua program pengadaan laptop.
Pertama laptop buat pelajar dan sekolah-sekolah dengan spesifikasi Chrome Book yang harganya di pasaran tidak lebih 7 juta rupiah. Kedua Laptop Merah Putih yang melibatkan tiga perguruan tinggi dan industri yang pengadaannya akan dilakukan 2002 - 2024 dengan total anggaran 17 triliun rupiah.
Mengingat dananya yang besar, proyek Laptop Merah Putih harus direncanakan dengan matang. Harus ada kajian akademis. Tanpa itu, jangan harap akan terjadi peningkatan mutu pendidikan. Bisa-bisa malah gagal seperti proyek pengayaan infrastruktur TIK Malaysia yang bernama 1Bestarinet.
Proyek 1Bestarinet menyedot anggaran sekitar 14 triliun rupiah untuk konektivitas internet dan laptop bagi `10.000 sekolah di seluruh Malaysia. Laptop-laptop tesebut akhirnya tidak digunakan karena guru tidak tahu cara memanfaatkan dengan optimal. Akhirnya proyek tersebut dihentikan karena hasilnya jauh di bawah harapan.
Kita tentu tidak mau program Laptop Merah Putih gagal seperti 1Bestarinet. Kita semua tahu tujuan Laptop Merah Putih sangat mulia. Dengan meningkatkan TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) di Laptop Merah Putih, Bangsa Indonesia diharapkan akan semakin cinta produk dalam negeri yang ujungnya akan mengurangi defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan. Selain itu juga untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Namun harus diingat pula laptop jelas membutuhkan listrik. Sementara belum semua wilayah di Indonesia sudah teraliri listrik. Kita tidak bisa mengandalkan accu ataupun diesel untuk nge-charge baterei laptop.
Untuk itu, pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang bisa menjangkau daerah-daerah terpencil yang belum teraliri listrik harus serius digarap. Pemerintah secara bertahap harus mengurangi energi kotor yang berasal dari fosil dan menggantinya dengan EBT seperti energi surya dan energi angin yang ramah lingkungan dan sumbernya tersedia di seluruh wilayah Indonesia.
Redaktur: Aloysius Widiyatmaka
Penulis: M. Selamet Susanto
Tag Terkait:
Berita Trending
Berita Terkini
- Nelayan Jangan Melaut, BMKG: Siklon 98S Picu Gelombang Tinggi di Jatim dan Bali
- Tiongkok Sampaikan Dukacita Atas Kecelakaan Pesawat Jeju Air
- Serbia Hukum Penjara 14 Tahun Ayah dari Remaja yang Bunuh Teman-temannya di Sekolah
- Pecat Pelatih Fonseca, AC Milan Tunjuk Conceicao
- Mantan Dirjen ESDM Didakwa Terlibat dan Terima Uang di Kasus Timah