Dua Risiko Utama Penyakit Ginjal Kronik
ginjal
Foto: ISTIMEWAJAKARTA - Masyarakat perlu mewaspadai risiko terjadinya penyakit ginjal kronik (PGK) yang terus meningkat setiap tahun. Hal ini karena jika penyakit ini tidak disadari lalu diobati maka dapat berkembang menjadi gagal ginjal yang membuat pasien harus rutin cuci darah.
Ketua Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) pada Virtual Press Conference hari ini, dr. Aida Lydia, PhD., SpPD, K-GH menjelaskan, PGK adalah penyakit yang menyerang ginjal dalam jangka waktu lama yang dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Penyebab utamanya adalah tekanan darah tinggi (hipertensi) dan kencing manis (diabetes).
Data organisasi ini menyebutkan hipertensi didapatkan 34,1 persen pasien, diabetes 10,9 persen dan obesitas 21,8 persen, perokok pada 28,8 persen. "Pada penderita PGK usia muda biasanya terkait dengan penyakit bawaan. Tetapi pada usia yang lebih lanjut paling banyak kami jumpai adalah glomerulonefritis," kata dalam konferensi pers virtual Rabu (9/3).
Glomerulonefritis merupakan suatu gangguan ginjal yang disebabkan karena reaksi radang pada ginjal. Penyebabnya dapat berbagai macam antara lain karena didahului infeksi, faktor keturunan, paparan dengan sesuatu dari lingkungan dan lainnya.
"PGK pada awalnya tidak bergejala, akibatnya banyak orang yang tidak mengetahui bahwa mempunyai gangguan ginjal. Selain itu masih banyak yang belum memahami bagaimana memelihara kesehatan ginjal sehingga prevalensi PGK semakin meningkat," ujar dia.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018, prevalensi PGK yakni 0,38 persen atau naik hampir dua kali lipat dibandingkan 2013 yang tercatat 0,2 persen. Sementara itu, data registri Pernefri pada 2006 menunjukkan, prevalensi PGK bahkan sudah mencapai 12,5 persen.
Kurang Literasi
Aida mengatakan, sekitar sepertiga pasien dengan PGK belum mengetahui benar mengenai penyakitnya, progresifitas/perjalanan penyakitnya serta modalitas terapi yang ada bila kemudian mengalami gagal ginjal. Pada awal perjalanan penyakit PGK umumnya tidak ada gejala, berbagai keluhan baru dirasakan bila penyakit sudah lanjut.
"Kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan ginjal menjadi salah satu penyebab umum pasien terlambat berobat sehingga kondisinya sudah lanjut. Gangguan ginjal dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko, diagnosis dini dan tatalaksana yang optimal agar pasien tidak sampai mengalami gagal ginjal," ujar dia.
Literasi kesehatan pada semua kalangan menjadi kunci yang dapat meningkatkan kewaspadaan kesehatan ginjal dan keberhasilan program kesehatan pemerintah. Pada dikalangan pasien PGK sendiri masih tergolong rendah. Masih ada masyarakat yang belum mengetahui apa itu organ ginjal dan fungsinya.
"Terdapat studi yang menunjukkan bahwa 90 persen penyandang PGK tidak menyadari tentang penyakit yang diderita. Hal ini menunjukkan minimnya informasi kesehatan dikalangan masyarakat. Oleh karenanya masyarakat perlu diberi informasikan mengenai faktor risiko PGK, langkah pencegahan, deteksi dini, nilai laboratorium yang perlu dipantau dan apa maknanya," jelas Aida.
Selain itu apa dampak jangka panjang apa saja yang akan dialami, serta strategi pengobatan apa yang akan dijalani. Informasi-informasi ini bersifat sangat spesifik untuk setiap pasien yang hendaknya dipahami oleh pasien dan keluarga.
Masih banyak kesalahan informasi di kalangan masyarakat kita yang dalam jangka panjang merugikan kesehatannya. Masyarakat atau pasien masih mempercayai informasi yang keliru dan menjadikan informasi tersebut sebagai dasar dalam menentukan langkah pengobatan dan gaya hidup ke depannya.
"Sebagai contoh, masih ada yang berpendapat tidak usah minum obat hipertensi atau obat diabetes karena obat kimia dapat merusak ginjal. Sebenarnya, yang merusak ginjal bukan obatnya tetapi penyakit hipertensi dan diabetes itu sendiri," jelasnya.
Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir menjelaskan, untuk dapat hidup berkualitas dengan PGK, pasien harus dapat tetap berperan dalam kehidupannya, seperti bekerja, belajar, bertanggung jawab pada keluarga, dan lainya. Pasien juga perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan serta harus mengerti mengenai konsekuensi yang muncul akibat keputusan tersebut.
"Pendekatan berbasis kekuatan bertujuan untuk membentuk ketahanan diantara pasien-pasien PGK dengan meningkatkan hubungan sosial antar pasien. Hal ini dapat dicapai dengan misalnya membentuk kelompok pasien penyakit ginjal dan memberikan dukungan berupa edukasi dan evaluasi pemahaman berkala terhadap penyakitnya, dukungan moral antar sesama pasien," ujar dia
Redaktur: Aloysius Widiyatmaka
Penulis: Haryo Brono
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Menag Laporkan Penerimaan Gratifikasi ke KPK
- 2 Dua Petugas Pemilu di Jatim Meninggal Dunia, Tujuh Orang Sakit
- 3 Siswa SMK Hanyut di Air Terjun Lahat, Tim SAR Lakukan Pencarian
- 4 Calon Wakil Wali Kota Armuji Sebut Warga Surabaya Cerdas Gunakan Hak Pilih
- 5 Cuaca Hari Ini, Wilayah Indonesia Umumnya Diguyur Hujan