![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
Drama Sandiwara Radio Masih Memikat Hati Pendengar di Filipina
Drama Sandiwara Radio l Sejumlah seniman pengisi suara sedang merekam serial drama sandiwara radio di sebuah studio radio di Manila pada awal Juli lalu. Hingga saat ini penayangan drama sandiwara radio masih memikat hati sejumlah warga di Filipina.
Foto: AFP/TED ALJIBEBerdiri di depan mikrofon, seniman pengisi suara bernama Phil Cruz berpura-pura menggunakan jimat untuk mengalahkan Iblis dalam episode terbaru dari salah satu dari sedikit drama sandiwara radio Filipina yang masih bertahan.
Cruz adalah bagian dari tim kecil pengisi suara dan teknisi yang memproduksi acara yang disiarkan dalam bahasa Tagalog olehDZRH, salah satu stasiun radio tertua di negara tersebut.
Drama sandiwara radio adalah sumber hiburan utama bagi keluarga Filipina setelah Perang Dunia II, sama seperti negara-negara lain di dunia, namun popularitasnya memudar seiring dengan maraknya media hiburan lain seperti televisi, media sosial, dan siaran langsung video. Banyak pendengar setia seperti pensiunan, petani, pekerja pabrik, dan supir taksi, masih mendengarkan episode terbaru dari drama sandiwara horor favorit mereka.
"Hanya kami yang tersisa," kata Cruz, 64 tahun, saat istirahat rekaman di sebuah studio modern yang berlokasi di sebuah taman hiburan Manila.
Cruz mengikuti jejak ayahnya dalam dunia pengisi suara pada 1979, ketikaDZRHmenayangkan 18 program drama sandiwara selama sembilan jam sehari dalam persaingan ketat dengan lembaga penyiaran lainnya.
Di antara drama sandiwara drama yang disiarkanDZRHberjudulNight of Horroryang adalah serial drama sandiwara tertua di stasiun tersebut, yang telah menakut-nakuti pendengarnya selama 66 tahun dengan kisah setan, vampir, dan monster pembunuh.
Cinta, keluarga, dan kemiskinan adalah beberapa tema yang diangkat dalam drama sandiwara lama lainnya, seperti yang berjudulYou're My Only LifedanThis Is Our Life.
Selain seniman pengisi suara, Tugas Gerry Mutia yang bertugas menghasilkan efek suara yang membantu pendengar memvisualisasikan cerita dan, meskipun banyak efek suara dapat dibuat dengan komputer, dia masih lebih memilih cara lama.
Mutia menyimpan sekotak benda di studio untuk mensimulasikan suara: batok kelapa untuk kuda yang berlari kencang, baut pintu untuk mengokang senjata, dan ia menginjakkan kakinya di kotak berisi dedaunan untuk langkah kaki di hutan. Dia bahkan menggunakan suaranya sendiri untuk mengeong seperti kucing.
"Komputer bisa meniru suara tamparan, tapi lebih realistis jika dilakukan dengan cara lama," kata Mutia sambil mendemonstrasikannya dengan memukulkan sepasang sol sepatu karet tua.
Satu-satunya Hiburan
Keindahan dari radio adalah menjangkau semua orang, bahkan masyarakat miskin, kata Rosanna Villegas, 63 tahun. Dia, seperti Cruz, mengikuti jejak ayahnya yang seorang seniman yang terjun ke dalam industri radio.
"Ini adalah sarana hiburan, yang melebihi apa yang mereka tonton di TV atau film. Mereka (penggemar) memberi tahu kami bahwa stres mereka hilang (setelah mendengar drama sandiwara radio)," tutur dia.
Di antara penggemar setia radioDZRHadalah Henry Amadure, yang tinggal sendirian di sebuah peternakan sekitar 60 kilometer selatan Manila. Amadure mendengarkan serial drama sandiwara radio berjudulThe Promise Of Tomorrowdi radio kecil yang selalu ia bawa ke ladang saat ia memangkas rumput liar di sekitar tanaman talas. Serial ini bercerita tentang persahabatan antara seorang mahasiswa miskin dan teman sekelasnya yang kaya raya.
"Hal ini membuat saya bahagia dan menemani saya karena saya bekerja sendiri," kata Amadure, 58 tahun, yang diperkenalkan dengan drama sandiwara radio oleh kakeknya saat remaja. "Terkadang Anda bisa mengambil pelajaran hidup darinya," imbuh dia.
Amadure, yang berpisah dari istrinya, menghabiskan 74 peso sepekan untuk membeli baterai agar radio tetap menyala sepanjang hari saat dia bekerja di pertanian seluas 4 hektare.
Tetangga Amadure yang bernama Cristiteta Arpon, 35 tahun, mengatakan drama sandiwara radio adalah satu-satunya hiburan mereka. "Kami akan sedih jika drama sandiwara radio ini hilang. Itu adalah teman kami sehari-hari dan satu-satunya hal yang membuat kami bahagia," kata ibu empat anak ini. "Kita tidak perlu membuang-buang uang untuk membeli akses Internet untuk media sosial atauYouTube," imbuh dia.
Sementara Nerissa Julao, 52 tahun, seorang pekerja katering makanan, adalah anggota klub penggemar drama radio yang memiliki 17.000 anggota diFacebook. Julao mendengarkan drama sandiwara radio sambil menyiapkan hidangan dengan dua asisten di kota Guagua, sekitar 80 kilometer barat laut Manila.
"Mendengarkan drama radio mempertajam imajinasi saya. Adegan-adegan itu terbentuk di pikiran saya karena aktingnya sangat meyakinkan," ujar dia seraya mengatakan bahwa pendengar fanatik drama sandiwara radio seperti dirinya semakin menjadi generasi yang langka. AFP/I-1
Berita Trending
- 1 Klasemen Liga 1 Setelah Laga-laga Terakhir Putaran ke-23
- 2 Dirut BPJS: Syarat Kepesertaan JKN Bukan untuk Mempersulit Jemaah Haji
- 3 Pendaftaran SNBP Jangan Dilakukan Sekolah
- 4 Elon Musk Luncurkan Grok 3, Chatbot AI yang Diklaim 'Sangat Pintar'
- 5 Danantara Harus Bisa Membiayai Percepatan Pensiun Dini PLTU