Donald Trump, Pemimpin Dunia Paling Kontroversial
HASIL PEMILU - Presiden Donald Trump saat masih menjadi kandidat presiden. Foto yang diambil 8 Maret 2016 itu ketika ketika Trump berbicara saat konferensi pers di Florida, mengenai hasil pemilihan umum Michigan.
Foto: istimewaAmerika Serikat (AS) Donald Trump, bisa dibilang sebagai pemimpin dunia yang paling sering membuat geger. Trump yang resmi dilantik pada 20 Januari 2017 lalu, sepanjang satu tahun pemerintahannya telah membuat setidaknya lima keputusan kontroversial. Keputusan kontroversial yang dibuat diawal pemerintahannya atau persisnya pada pekan pertama Februari 2017 adalah larangan masuk wilayah AS bagi warga negara yang berasal dari 7 negara Islam, diantaranya Iran, Irak, Suriah dan Yaman. Keputusan ini segara membuat heboh publik dunia dan menuai banyak kecaman.
Trump beralasan, keputusan yang diterbitkan lewat perintah eksekutif itu demi menangkal terorisme. Namun lantaran derasnya penolakan atas keputusan ini, larangan masuk AS bagi warga negara dari 7 negara ini sekarang sudah ditangguhkan. Setelah perintah eksekutif itu, Trump membuat publik geleng-geleng kepala dengan memutuskan keluar dari Paris Agreement, sebuah kesepakatan yang memfokuskan pada upaya memerangi perubahan iklim.
Trump tidak percaya pada perubahan iklim. Keputusannya ini, membuat negara-negara Eropa khususnya, kecewa berat. Tak hanya itu, Trump juga mantap keluar dari pakta perdagangan bebas Trans Pacific Partnership (TPP), sebuah pakta kerjasama yang digagas oleh mantan presiden Barack Obama.
Dia beralasan, ingin menghidupkan kembali ekonomi dalam negeri. Pada enam bulan terakhir 2017, Presiden Trump perang mulut dengan Pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-un. Saling gertak antar kedua pemimpin ini membuat waswas para pemimpin dunia terhadap kemungkinan terjadinya perang nuklir di Semenanjung Korea.
Pemerintah Korut yang tampak tak pernah lelah meski dibombardir oleh pengetatan sanksi-sanksi ekonomi, malah mengancam sedang mengembangkan senjata nuklir yang bisa menghantam wilayah daratan AS. Terakhir pada 6 Desember lalu, Trump mengeluarkan pernyataan yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan berencana memindahkan kantor kedutaan besar AS ke kota suci tiga agama itu. Keputusan miliarder asal New York itu melampaui batas kebijakan luar negeri AS selama ini.
Trump tak pernah mengungkapkan alasan dibalik keputusannya itu. Namun satu yang pasti, Partai Republik mendukung langkahnya ini karena pada akhirnya ini akan berlabuh pada pertumbuhan bisnis senjata AS. Yerusalem sampai sekarang masih menjadi wilayah yang diperebutkan dalam konflik Israel-Palestina.
Ada apa dengan Trump yang sepanjang 2017 membuat publik dunia harus mengurut dada atas keputusan-keputusannya? Dosen Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran Bandung, Teuku Rezasyah, menyebut Presiden Trump sebetulnya memiliki masalah di dalam negerinya sendiri. Dalam pemilu 2016 lalu, dia tidak menang mutlak atas lawannya Hillary Clinton.
Trump tidak memiliki hubungan yang mesra dengan FBI, CIA dan Kementerian Luar Negeri AS. Dengan tokoh-tokoh Partai Demokrat pun hubungannya tidak harmonis. Wahasil Trump, menjadi terisolir dan menjadi banyak bergantung pada tim penasehatnya. Pada 27 Januari 2017 lalu atau tak lama setelah Trump dilantik sumpah jabatan sebagai Presiden AS, Jerusalem Post mewartakan ada 11 orang penasehat Trump yang keturunan Yahudi, salah satunya adalah menantu Trump, Jared Kushner. Fakta ini tak pelak membuat cara pemikiran Trump menjadi one way.
Terganjal Sistem
Sistem demokrasi AS tidak memungkinkan untuk menekan Trump meskipun orang nomor satu AS ini sudah sering kali membuat keputusan yang membuat pusing tujuh keliling. Contohnya, Pemerintah AS mengancam akan membom Korut, memindahkan kantor kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Sepanjang 2017, boleh dibilang program-program Trump belum ada yang berjalan. Misalnya rencana pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko yang sampai sekarang belum terealisasi, aturan larangan masuk bagi warga negara dari 7 negara juga masih ditangguhkan serta rencana mendeportasi para imigran dari AS masih belum ada ujungnya karena tidak adanya job clasification.
Data yang dipublikasi BBC News pada Agustus 2017 menyebutkan popularitas Presiden Trump turun sampai 56 persen karena terus mengkritik dan publik menganggapnya bukan presiden yang populer. Trump menggunakan bahasa yang keras, menusuk perasaan orang dan memaksakan diri untuk menengahi konflik Israel-Palestina.
Tahun 2017, ditutupnya dengan suatu kebingungan melalui pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Hal ini membuat Trump semakin dijauhi sekutu-sekutunya di Barat. Bagi kalangan yang waras, sikap Trump ini membahayakan negaranya sendiri dan menggambarkannya seperti diktator. Pada 2018, jika Trump semakin banyak membuat kesalahan, bukan tidak mungkin dia bisa dimakzulkan. AR-3
Suci Sekarwati
Wartawan Koran Jakarta
Redaktur:
Penulis:
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 3 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 4 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 5 Meluas, KPK Geledah Kantor OJK terkait Penyidikan Dugaan Korupsi CSR BI
Berita Terkini
- Kaum Ibu Punya Peran Penting Tangani Stunting
- Trump Tunjuk Produser 'The Apprentice', Mark Burnett, sebagai Utusan Khusus untuk Inggris
- Presiden Prabowo Terbitkan Perpres 202/2024 tentang Pembentukan Dewan Pertahanan Nasional
- 7 Obat Herbal Ini Ampuh Mengobati Nyeri Haid
- Wamen ESDM Pantau Kesiapan Pasokan Energi di SPBU Rest Area Batang