Defisit APBN 2022 Berpotensi Melebar
Foto: Sumber: Kementerian Keuangan – Litbang KJ/and - KJJAKARTA - Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 berpotensi melebar. Hal itu dipengaruhi oleh faktor eksternal yang tidak diprediksi sebelumnya, khususnya invasi Russia ke Ukraina yang telah melambungkan harga minyak mentah di atas 100 dollar Amerika Serikat (AS) per barel.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eisha M Rachbini, di Jakarta, Selasa (8/3), mengatakan jika harga minyak secara persisten di level yang tinggi, di atas 100 dollar AS per barel maka harga-harga barang pokok penting akan naik.
"Pemerintah kemungkinan akan melakukan intervensi harga, memberi subsidi, dan bantuan sosial, yang akan menekan defisit APBN," kata Eisha.
Menurut dia, setiap kenaikan harga minyak mentah (ICP) satu dollar AS per barel akan meningkatkan anggaran subsidi LPG sekitar 1,47 triliun rupiah, subsidi minyak tanah 49 miliar rupiah, kompensasi kepada Pertamina 2,65 triliun rupiah, dan subsidi listrik sebesar 295 miliar rupiah.
Pada saat yang sama, di sisi pendapatan negara, kemungkinan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hanya akan naik masing-masing sebesar 800 miliar rupiah dan 2,2 triliun rupiah sehingga defisit tetap berpotensi melebar.
Dalam APBN 2022, pemerintah memproyeksikan defisit sebesar 868 triliun rupiah atau 4,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Selain itu, subsidi tetap perlu ditambah untuk menjaga daya beli masyarakat terutama kelompok menengah ke bawah agar tidak jatuh ke kemiskinan yang lebih dalam. Sebab, risiko lain ke depan adalah ancaman inflasi yang dapat menurunkan daya beli masyarakat dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Rekan Eisha dari Indef, Agus Herta, menambahkan konflik Russia dan Ukraina akan menekan APBN karena harga komoditas dunia terkerek naik menjauh dari asumsi APBN.
"Harga minyak dunia dalam asumsi APBN hanya ditetapkan sebesar 63 dollar AS per barel. Padahal hingga 7 Maret 2022, harga minyak Brent sudah ditransaksikan seharga 128,76 dollar AS per barel," kata Agus.
Kenaikan harga minyak dan gas dunia itu menekan belanja karena subsidi energi naik, terutama LPG 3 kg dan subsidi listrik. "Subsidi LPG 3 kg akan membengkak. Subsidi listrik untuk masyarakat menengah bawah juga akan meningkat seiring naiknya harga minyak dunia, karena sebagian produksi listrik di Indonesia masih menggunakan solar dan batu bara sebagai bahan bakar mesin pembangkit listriknya," kata Agus.
Selain subsidi, Agus memperkirakan utang pemerintah juga akan naik seiring dengan peningkatan pengeluaran untuk subsidi dan pembangunan infrastruktur.
"Langkah realokasi dan refocusing anggaran dinilai tidak akan cukup di tengah masih tingginya pembiayaan untuk penanggulangan pandemi dan pemulihan ekonomi," katanya.
Meskipun demikian, volatilitas nilai tukar yang tidak terlalu liar di tengah konflik Russia- Ukraina mengurangi tekanan terhadap nilai utang pemerintah. "Volatilitas pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak seekstrem volatilitas harga minyak," katanya.
Dalam asumsi APBN 2022, pemerintah bersama DPR telah menetapkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sebesar 14.350 per dollar AS. Hingga 7 Maret 2022, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS masih berada di kisaran 14.380 per dollar AS.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Incar Kemenangan Penting, MU Butuh Konsistensi
- 2 Thailand Ingin Kereta Cepat ke Tiongkok Beroperasi pada 2030
- 3 Polresta Bukittinggi giatkan pengawasan objek wisata selama liburan
- 4 Kepercayaan Masyarakat Dapat Turun, 8 Koperasi Bermasalah Timbulkan Kerugian Besar Rp26 Triliun
- 5 Cegah Kepunahan, Karantina Kepri Lepasliarkan 1.200 Burung ke Alam