Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Dedikasi Seorang Dokter Bedah Saraf

A   A   A   Pengaturan Font

Tingkat putus sekolah di SMA lebih dari 30 persen. Hanya segelintir pelajar meneruskan ke bangku kuliah. Maka, ibunya membiasakan Paul dan saudara-saudaranya banyak membaca buku. "Buku menjadi sahabat terdekatku. Lensa sangat peka yang memberikan pandangan-pandangan baru mengenai dunia," ujar Paul (halaman 27). Paul selalu memikirkan yang bermakna, "Alih-alih kesuksesan, aku lebih terdorong upaya memahami dengan sungguh-sungguh, apa yang membuat kehidupan manusia bermakna?" (halaman 30).

Buku ini menceritakan pengalaman sewaktu menempuh sekolah kedokteran seperti pertama membedah. Pisau bedahnya begitu tajam sehingga alihalih mengiris, bahkan merasa seakanakan sedang membuka ritsleting kulit untuk kemudian memperlihatkan otototot tersembunyi. Semasa menjadi dokter bedah Paul selalu mendukung pasien-pasiennya. Ketika pisau bedah tidak lagi bisa digunakan, kata-kata menjadi pengganti dokter bedah.

Paul harus menghadapi kanker yang menyerang paru-parunya. Sakit parah tidak hanya mengubah kehidupan, tetapi menghancurkan kehidupan. Setelah menghabiskan sebagian besar waktu di ranjang dengan kanker yang semakin berkembang, Paul merasa menjadi jauh lebih lemah.

Kondisi tersebut membuatnya memutuskan kembali menjadi dokter bedah saraf untuk menolong banyak orang. Dalam keadaan sakit dan berobat, Paul tetap giat bekerja karena merasa kembali hidup. Sering kali dia harus meminum obat pengurang rasa nyeri setelah bekerja. "Aku berjuang sambil menghadapi kematianku sendiri untuk membangun kembali kehidupan lamaku atau mungkin mencari kehidupan baru," seru Paul (halaman 136). Pada suatu titik, Paul menyimpulkan, tugas dokter bukanlah menghindarkan kematian atau mengembalikkan pasien pada kehidupan lama mereka, melainkan merengkuh pasien dan keluarganya yang hancur hidup. Kemudian, berupaya agar mereka bisa kembali berdiri tegak menghadapi serta memahami eksistensi sendiri (halaman 163). Akhirnya, Paul wafat meninggalkan istri dan seorang batita.

Diresensi Yeti Islamawati, SS, Alumna Universitas Negeri Yogyakarta

Komentar

Komentar
()

Top