Ciptakan Investasi yang Bernilai Tambah Tinggi ke Perekonomian
Proyeksi Ekonomi 2025
Foto: istimewaJAKARTA– Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang tinggi khususnya mengarah ke 8 persen, pemerintah harus lebih meningkatkan kontribusi investasi dibanding saat ini yang didominasi konsumsi masyarakat.
Deputi bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Amalia Adininggar Widyasanti, mengatakan strategi investasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen adalah memberi insentif dan memfasilitasi investasi sesuai dengan karakter sektor dan daerah, terutama investasi bernilai tambah tinggi (industrialisasi dan hilirisasi) serta berkualitas.
“Jadi, insentif itu tidak one size fits all nantinya, tetapi akan difokuskan kepada sektor-sektor yang menciptakan nilai tambah yang tinggi,” kata Amalia dalam acara Proyeksi Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) 2025, di Jakarta, Kamis (21/11).
Prioritas insentif, kata Amalia, diberikan terhadap investasi yang memberikan spillover pada perekonomian, terutama yang menciptakan lapangan kerja, terhubung dengan proses industri dalam negeri dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Selain itu, juga diberi ke industri yang berorientasi ekspor dan terhubung rantai pasok global, melakukan transfer/adopsi teknologi, mengembangkan riset dan inovasi, serta menerapkan prinsip keberlanjutan.
Pengembangan investasi juga berdasarkan keunggulan daerah dengan backward dan forward linkage untuk menciptakan nilai tambah dan nilai rantai pasok domestik yang kuat.
“Perlu melakukan langkah-langkah konkret seperti penyederhanaan perizinan, penciptaan iklim usaha yang kondusif, kemudian memastikan investasi-investasi besar ini dapat berjalan dengan baik di Indonesia,” kata Amalia.
Menurut dia, ada sejumlah prasyarat investasi guna mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen dalam lima tahun mendatang. Mulai dari pertumbuhan investasi rata-rata tumbuh 8,36 persen atau lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi 7,7 persen pada 2025–2029, lalu kebutuhan investasi rata-rata 9.883 triliun rupiah per tahun dengan kontribusi pemerintah 7,3 persen, BUMN 6,8 persen, dan swasta/masyarakat 85,9 persen.
Tidak Mudah
Ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengatakan bahwa bukan hal mudah untuk mencapai pertumbuhan 8 persen di tengah tantangan global saat ini.
Kembalinya kebijakan proteksionis Donald Trump dalam wacana politik Amerika Serikat berpotensi memberikan dampak besar terhadap perdagangan global, termasuk Indonesia. Kebijakan tarif tinggi terhadap Tiongkok, misalnya, dapat menggeser aliran barang dari Tiongkok ke pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
“Akibatnya, Indonesia justru akan menghadapi ancaman banjir impor barang murah yang berpotensi merusak industri dalam negeri,” katanya.
Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, mengatakan jangan sampai insentif diberikan kepada sektor yang memberikan spillover tinggi, namun untuk negara lain. “Kita sudah terlampau banyak memberikan insentif bagi hilirisasi nikel, namun yang didapatkan oleh negara dan ekonomi nasional cukup minim,”ungkapnya.
- Baca Juga: Akses desa terisolir
- Baca Juga: DPO Kasus Judi Online W88 Dipulangkan dari Filipina
Insentif, katanya, diperlukan sektor usaha yang memerlukan insentif dan mempunyai dampak ke masyarakat luas. “Pertanian misalkan, spillover ke output ekonomi kecil, namun penting menjaga inflasi dan mencegah kemiskinan meningkat,” jelasnya.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Electricity Connect 2024, Momentum Kemandirian dan Ketahanan Energi Nasional
- 2 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 3 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
- 4 Tim Putra LavAni Kembali Tembus Grand Final Usai Bungkam Indomaret
- 5 Seminar Internasional SIL UI Soroti Koperasi Indonesia di Era Anthropocene