Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 22 Feb 2025, 06:10 WIB

Candi Panataran, Tempat Pemujaan untuk Meredam Amarah Gunung Kelud

Foto: Pemkab Blitar

Candi Penataran dikenal sebagai candi termegah dan terluas di Jawa Timur. Pembangunannya dilakukan untuk upacara pemujaan guna menangkal bahaya Gunung Kelud yang meletus pada masa Kerajaan Singasari.

1740153011_1c3c5cb406c662888959.jpg

Foto: Pemkab Blitar

Tahun 1334 Masehi Gunung Kelud di Jawa Timur meletus. Olah masyarakat Hindu saat itu hal ini oleh dimaknai oleh masyarakat saat ini sebagai waktunya jelmaan raja dewa lahir di Bumi, menurut naskah kitab Negarakertagama.

Amukan Gunung Kelud yang tiba-tiba menyebabkan kerusakan yang parah, mengakibatkan puluhan ribu jiwa meninggal. Untuk mengatasinya tidak terulang lagi dilakukan berbagai usaha termasuk membangun bendungan untuk menampung lavar, membuat sodetan untuk mengalirkan lahar, dan membangun tempat peribadatan.

Ketika letusan kembali mengguncang letusannya tidak menimbulkan keparahan. Hal ini membuat heran kalangan istana termasuk Raja Kediri Sri Maharaja Kertajaya. Amukan itu tidak segenas sebelumnya berkat doa dari Pu Iswara Mampanji Jagwata.

Karena Kertajaya begitu terkesan apa yang dilakukan Iswara tempat ia berdoa untuk memuja Bhatara I Palah disakralkan dan dijadikan sima daerah bebas pajak. Wilayah sekitar Palah disakralkan dan dijadikan sima atau daerah bebas pajak. Tempat ini juga dibangun tempat peribadatan berupa candi yang kemudian dikenal dengan Candi Palah atau kini bernama Candi Penataran.

Sebelumnya menjadi Candi Palah telah menjadi tempat pemujaan. Prasasti Palah bertahun 1119 Saka atau 1197 Masehi menyebutkan pemberian sima oleh Sri Srengga kepada rakyat Palah untuk menaungi bangunan suci pemujaan terhadap Bhatara i Palah, yang menurut laporan Ismail Lutfi (1991) disamakan dengan Dewa Siwa yang bergelar Girinata (Raja Gunung) menurut

Arkeolog meyakini bahwa Candi Penataran dulunya disebut dengan Candi Palah, sebagaimana disebut dalam prasasti Palah. Isi prasasti menyebutkan tahun 1194 saka sebagai tahun pembangunan bangunan ini oleh oleh Raja Çrnga (Syrenggra) yang memerintah kerajaan Kediri antara tahun 1190 – 1200 Masehi.

Maksud pembangunan adalah sebagai candi gunung untuk tempat upacara pemujaan agar dapat menangkal atau menghindar dari mara bahaya letusan Gunung Kelud. Gunung ini sampai sekarang memang dikenal sebagai gunung berapi aktif yang sewaktu-waktu meletus dahsyat merusak kawasan pemukiman dan pertanian.

1740152996_1b015bb409d5737aec1a.jpg

Foto: Istimewa

Kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca menceritakan perjalanan Raja Hayam Wuruk, yang memerintah kerajaan Majapahit antara tahun 1350 – 1389, pernah singgah ke “Palah” untuk melakukan pemujaan kepada Hyang Acalapati, perwujudan Siwa sebagai Girindra atau Giri Indra artinya dewa penguasa gunung.

Kesamaan nama Girindra yang disebut pada kitab Negarakertagama dengan nama Ken Arok yang bergelar Girindra atau Girinatha menimbulkan dugaan bahwa Candi Penataran adalah tempat pedharmaan (perabuan) Ken Arok.

Apalagi Girindra juga adalah nama salah satu wangsa yang diturunkan oleh Ken Arok selain wangsa Rajasa dan wangsa Wardhana. Sedangkan Hyang Acalapati adalah salah satu perwujudan dari Dewa Siwa, serupa dengan peneladanan sifat-sifat Bathara Siwa yang konon dijalankan Ken Arok.

Kompleks candi Palah mendapat perhatian kembali ketika Kertanegara berkuasa. Pada 1286 penguasa terakhir Singhasari itu mendirikan bangunan Candi Naga ti tempat itu. Dindingkan dihiasi dengan relief naga yang disangga sembilan orang sebagai lambang surya sengkala ”Naga muluk sinangga jalma” atau tahun 1208 Saka.

Pada masa pemerintahan Jayanegara, raja kedua Majapahit, candi Penataran mulai mendapat perhatian kembali, kemudian dilanjutkan pada masa Tribuana Tunggadewi dan Hayam Wuruk. Pemujaan terhadap Dewa Palah semakin kental diwarnai pemujaan kepada Dewa Gunung atau Syiwa.

Candi Penataran diresmikan sebagai candi negara dengan status dharma lepas. Sesuai angka tahun yang dipahatkan di dinding kolam yaitu tahun 1337 Saka atau tahun 1415 Masehi merupakan angka tahun termuda di antara angka-angka tahun yang terdapat di kompleks candi Penataran tersebut. Waktu itu Majapahit di dalam masa pemerintahan Wikramawardhana.

1740152996_b9c6f82cce2c12d2d8a3.jpg

Foto: Istimewa

Menurut kronik berbahasa Sunda yang berasal dari abad ke-15 mengenai kisah perjalanan Bujangga Manik, seorang bangsawan Kerajaan Sunda, menyebutkan bahwa “Rabut Palah” masih merupakan tempat belajar agama dan tujuan ziarah yang ramai. Dalam naskah itu sang tokoh mengaku tinggal di sana selama setahun dan kemudian terpaksa pergi karena para peziarah “lebih mementingkan hal duniawi.”

Candi Penataran pertama kali dilaporkan keberadaannya oleh catatan Inggris pada tahun 1815, tetapi sampai tahun 1850 belum banyak dikenal. Penemunya adalah Sir Thomas Stamford Raffles (1781-1826), gubernur jenderal pemerintah kolonial Inggris yang pernah berkuasa di Nusantara.

Seiring berjalannya waktu, kompleks candi Penataran yang sempat terabaikan mulai mendapatkan perhatian dari pemerintah dan kemudian dipugar. Pada zaman Belanda tepatnya tahun 1971 P.J Perquin dalam laporannya menguraikan tentang perbaikan halaman candi, batur Pendopo Teras, Candi Naga dan Candi Hindu

Candi Panataran yang kini dikenal sebagai candi berlatar belakang Hindu (Siwaistis) yang terletak Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Candi termegah dan terluas di Jawa Timur ini terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, sebelah utara Kota Blitar, pada ketinggian 450 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Candi Panataran yang posisinya membujur barat laut ke tenggara, yang menjadi tempat bagi matahari terbenam di Pulau Jawa. Kompleks bangunannya menempati areal tanah seluas 12.946 meter persegi berjajar membujur dari barat laut ke timur dan tenggara

Saat memasuki, pengunjung akan disambut oleh oleh dua arca dwarapala berkepala besar.Dari sini kemudian menaiki tujuh anak tangga menuju jalan panjang menuju candi utama. Sepanjang jalan ini terdapat berbagai bangunan candi yang kebanyakan sudah tidak lengkap.

Di belakang candi utama di sisi timur terdapat sungai yang berhulu di gunung Kelud. Kompleks candi ini disusun dalam pola linear, beberapa candi perwara dan balai pendopo terletak di depan candi utama. Tata letak ini berbeda dengan candi pada langgam Jawa Tengah, misalnya Candi Sewu, yang disusun dalam pola mandala konsentrik dengan candi utama terletak di tengah halaman candi dikelilingi barisan candi perwara.

Pola susunan linear dengan pola agak tidak beraturan pada Candi Penataran ini merupakan ciri khas langgam Jawa Timur yang berkembang pada zaman Kediri hingga Majapahit, lalu dilanjutkan pada pola tata letak Pura Bali.

Seluruh halaman komplek percandian, kecuali yang bagian tenggara, dibagi menjadi tiga bagian, yang dipisahkan oleh dua dinding. Susunan dari komplek Candi Penataran yang sangat unik dan tidak tersusun simetris. Hal ini menunjukkan bahwa pembuatan candi tidak dalam satu periode. hay

Redaktur: Haryo Brono

Penulis: -

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.