Bupati Klaten Tak Layak Jadi "Justice Collaborator"
sidang suap promosi jabatan - Bupati Klaten nonaktif, Sri Hartini (kedua dari kiri) yang menjadi terdakwa dalam kasus suap promosi dan mutasi jabatan berdiskusi dengan penasihat hukumnya seusai menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan, di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Senin (28/8). Jaksa Penuntut Umum dari KPK menuntut terdakwa dengan hukuman 12 tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah subsider 1 tahun kurungan.
Titipan Pegawai
Uang suap itu sendiri, menurut jaksa Afni, diterima terdakwa dalam rentang periode Juli hingga Desember 2016. Terdakwa menerima usulan titipan pegawai untuk mengisi jabatan dalam penyusunan satuan organisasi tata kerja baru melalui sejumlah kerabat dekatnya.
Terdakwa Sri terbukti melanggar dua dakwaan alternatif yang ditujukan kepadanya. Pada dakwaan pertama, Sri Hartini terbukti melanggar Pasal 12a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada dakwaan kedua, jaksa Afni menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut jaksa Afni, terdakwa dinilai menerima pemberian berupa uang atau gratifikasi yang berkaitan dengan pencairan dana bantuan keuangan desa, titipan dalam penerimaan calon pegawai di BUMD, mutasi kepala sekolah, serta fee proyek di dinas pendidikan. Total gratifikasi yang tidak pernah dilaporkan bupati yang belum genap setahun menjabat saat ditangkap KPK itu mencapai 9,8 miliar rupiah.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Marcellus Widiarto
Komentar
()Muat lainnya