Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sidang Kasus Gratifikasi - Sri Hartini Dituntut 12 Tahun Penjara

Bupati Klaten Tak Layak Jadi "Justice Collaborator"

Foto : ANTARA / R Rekotomo

sidang suap promosi jabatan - Bupati Klaten nonaktif, Sri Hartini (kedua dari kiri) yang menjadi terdakwa dalam kasus suap promosi dan mutasi jabatan berdiskusi dengan penasihat hukumnya seusai menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan, di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Senin (28/8). Jaksa Penuntut Umum dari KPK menuntut terdakwa dengan hukuman 12 tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah subsider 1 tahun kurungan.

A   A   A   Pengaturan Font

Terdakwa Bupati Klaten nonaktif, Sri Hartini menjadi pelaku utama dalam kasus jual beli jabatan sehingga dia tidak layak menjadi justice collaborator.

SEMARANG - Bupati Klaten nonaktif Sri Hartini tidak memenuhi syarat sebagai justice collaborator (saksi pelaku yang bekerja sama) dalam kasus jual beli jabatan serta potongan fee atas dana bantuan keuangan desa di kabupaten tersebut. Hal itu dikarenakan terdakwa menjadi pelaku utama dalam kasus suap dan gratifikasi yang menjeratnya.

"Karena sebagai pelaku utama, pengajuan justice collaborator tidak dikabulkan," kata kata Jaksa Penuntut Umum, Afni Karolina dalam sidang, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Jawa Tengah, Senin (28/8).

Bupati yang dilantik pada Februari 2016 tersebut menerima uang puluhan miliar rupiah dalam waktu kurang dari setahun masa jabatannya. Sri Hartini dituntut 12 tahun penjara dalam kasus tersebut.

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Antonius Widjantono itu terdakwa terbukti menerima suap dalam pengisian satuan organisasi tata kerja di Kabupaten Klaten dengan total 2,9 miliar rupiah. Sebagai gantinya, orang-orang yang akan ditempatkan pada jabatan yang baru itu memberikan sejumlah uang yang lazim disebut dengan uang syukuran.

Titipan Pegawai

Uang suap itu sendiri, menurut jaksa Afni, diterima terdakwa dalam rentang periode Juli hingga Desember 2016. Terdakwa menerima usulan titipan pegawai untuk mengisi jabatan dalam penyusunan satuan organisasi tata kerja baru melalui sejumlah kerabat dekatnya.

Terdakwa Sri terbukti melanggar dua dakwaan alternatif yang ditujukan kepadanya. Pada dakwaan pertama, Sri Hartini terbukti melanggar Pasal 12a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pada dakwaan kedua, jaksa Afni menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut jaksa Afni, terdakwa dinilai menerima pemberian berupa uang atau gratifikasi yang berkaitan dengan pencairan dana bantuan keuangan desa, titipan dalam penerimaan calon pegawai di BUMD, mutasi kepala sekolah, serta fee proyek di dinas pendidikan. Total gratifikasi yang tidak pernah dilaporkan bupati yang belum genap setahun menjabat saat ditangkap KPK itu mencapai 9,8 miliar rupiah.

Afni menjabarkan gratifikasi yang berasal dari potongan 10 hingga 15 persen dana bantuan keuangan desa tersebut mencapai 4,07 miliar rupiah, uang uacapan terima kasih dari calon pegawai sejumlah BUMD mencapai 1,8 miliar rupiah, uang syukuran dari sejumlah kepala SMP dan SMA sebesar 3,1 miliar rupiah, dan fee atas proyek di dinas pendidikan sebesar 750 juta rupiah.

Total jumlah suap dan gratifikasi yang diterima Sri Hartini mencapai 12,8 miliar rupiah. Atas tindak pidana yang dilakukannya itu, Sri Hartini tidak dibebani untuk membayar uang pengganti kerugian negara. "Suap dan gratifikasi itu berasal dari uang orang-orang yang menyerahkan kepada terdakwa," katanya.

Dalam tuntutan setebal 920 halaman itu, jaksa Afni meminta hakim menjatuhkan hukuman berupa denda sebesar 1 miliar rupiah yang jika tidak dibayar maka akan diganti dengan kurungan selama satu tahun penjara.

Meski demikian, jaksa meminta uang hasil korupsi tersebut dirampas untuk negara. Atas tuntutan tersebut, majelis hakim memberi kesempatan terdakwa Sri Hartini untuk menyampaikan pembelaan yang disampaikan pada sidang pekan depan. SM/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top