Rabu, 12 Feb 2025, 17:31 WIB

Bukan Solusi, Malah Masalah! 22 Regulasi Ini Dituding Hambat Koperasi

Menkop Budi Arie Setiadi seusai Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Rabu (12/2/2025).

Foto: ANTARA/Harianto

JAKARTA - Koperasi berlandaskan asas kekeluargaan dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

Koperasi bekerja dengan prinsip demokratis, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama, tidak bergantung pada jumlah modal yang disetorkan.

Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi menyatakan bahwa pihaknya mencatat ada 22 regulasi yang menghambat pengembangan koperasi di Indonesia.

Budi Arie dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Rabu mengatakan bahwa atas adanya penghambat tersebut, pihaknya berupaya melakukan supervisi dan advokasi.

"Kami di Kementerian Koperasi sudah mencatat ada 22 regulasi yang menghambat perkembangan koperasi yang juga akan kita supervisi dan advokasi," kata Budi.

Meski begitu, Budi tidak merinci lebih detail 22 regulasi yang disebutkan menjadi penghambat pengembangan koperasi di Indonesia.

Namun, Budi menyampaikan bahwa ada beberapa isu mengenai koperasi yang harus menjadi perhatian secara bersama. Pertama, regulasi koperasi yang kurang relevan dengan perkembangan terkini.

Dia mengatakan bahwa pihaknya sedang mengupayakan revisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

"Sedang kami usahakan untuk direvisi, karena ini Undang-Undang Koperasi sudah tujuh Presiden dari zaman Pak Harto, Habibie, Pak Gusdur, Bu Mega, Pak SBY, Pak Jokowi, dan Pak Prabowo. Sudah tujuh Presiden, undang-undang belum pernah mengalami revisi," ujar Budi.

"Sehingga banyak aspek regulasi yang juga kita harus bereskan," tambah Budi.

Isu kedua yang harus menjadi perhatian adalah koperasi belum menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia, belum menjadi mainstream ekonomi, karena sumbangsih koperasi dalam produk domestik bruto (PDB) nasional baru 1,07 persen.

Ketiga, kompetensi sumber daya manusia (SDM) koperasi yang masih rendah dan masih perlunya regenerasi dalam pengelolaan koperasi. Kempat, rendahnya kemampuan koperasi dalam adaptasi dan inovasi digital.

Kelima, terbatasnya akses pendanaan dan nilai tambah produk-produk yang dihasilkan oleh kooperasi. Keenam, rendahnya kumulatif aset dan kontribusi koperasi pada perekonomian nasional.

"Yang tadi saya sebutkan, koperasi, volume usaha koperasi baru menyumbang 1,07 persen dari PDB nasional. Padahal koperasi adalah ekonomi konstitusi," tutur Budi.

Kendati demikian, dia menyebutkan peluang koperasi adalah pertama, badan usaha berbentuk koperasi berorientasi pada kesejahteraan anggota.

"Ini bisa dicontohkan dari banyaknya koperasi-koperasi yang maju dan besar di seluruh dunia," ucap dia.

Kedua, peningkatan jumlah generasi muda yang berpotensi menjadi tenaga kerja terampil untuk memanfaatkan bonus demografi. Ketiga, pemanfaatan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan inovasi layanan. Keempat, potensi sumber daya alam Indonesia yang berlimpah, khususnya pada sektor agro-maritim.

Peluang kelima, menurut Budi menjadi hadiah dari Presiden Prabowo Subianto bahwa kebijakan pemerintah yang afirmatif mendukung pengembangan koperasi, yaitu PP 7 Tahun 2021 dan Perpres 6 Tahun 2025 mengenai penyaluran pupuk bersubsidi di mana koperasi bisa ikut terlibat.

"Yang keenam, pembinaan kooperasi yang diampu oleh satu organisasi di Kementerian Koperasi," kata Budi.

Sebelumnya, Kementerian Koperasi (Kemenkop) menargetkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (RUU Perkoperasian) rampung dan bisa disahkan oleh legislator pada Maret 2025.

“RUU Perkoperasian telah masuk dalam agenda rapat Baleg DPR-RI untuk masa sidang I tahun sidang 2024-2025 periode 21 Januari-20 Maret 2025. RUU Perkoperasian ditargetkan untuk dapat disahkan pada akhir masa sidang I pada bulan Maret 2025," kata Deputi Bidang Kelembagaan dan Digitalisasi Koperasi Kemenkop Henra Saragih di Jakarta, Senin (3/2).

Adapun sebelumnya, tahapan RUU Perkoperasian telah sampai pada penyampaian Surat Presiden kepada Ketua DPR-RI tanggal 19 September 2023.

Saat rapat kerja antara Kemenkop dan DPR RI Komisi VI beberapa waktu lalu, para anggota DPR RI juga menyetujui agar RUU Perkoperasian dapat segera dituntaskan pembahasannya sehingga dapat segera diparipurnakan.

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Antara

Tag Terkait:

Bagikan: