Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Intensifikasi Pertanian I Tiap Tahun, Sekitar 100 Ribu Hektare Lahan Pertanian Beralih Fungsi

Bioteknologi Dongkrak Produktivitas

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Ekstensifikasi atau perluasan lahan tanam hampir tidak mungkin dilakukan di Indonesia saat ini untuk menggenjot produksi sehingga diperlukan upaya intensifikasi melalui bioteknologi.

Jakarta - Pengelolaan sektor pertanian membutuhkan terobosan baru melalui pemanfaatan riset dan pengembangan (R&D) guna menggenjot produktivitas. Salah satunya dengan mengoptimalkan penggunaan tanaman hasil rekayasa genetika atau bioteknologi.

Guru besar ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB), Parulian Hutagaol, mengatakan salah satu permasalahan yang dihadapi untuk meningkatkan produksi pangan di Tanah Air yakni semakin menyusutnya lahan pertanian, terutama di Pulau Jawa. Padahal, tambahnya, Pulau Jawa menyumbang 60 persen produksi pertanian secara nasional, namun setiap tahun sekitar 100 ribu hektare lahan pertanian beralih fungsi ke nonpertanian.

Menurutnya, tanpa dukungan teknologi pertanian yang lebih maju, Indonesia perlu tambahan sawah sebanyak 1,5 juta ha untuk memenuhi kebutuhan beras nasional tanpa impor. "Ekstensifikasi hampir tidak mungkin dilakukan di Jawa, sedangkan di luar Jawa biayanya mahal.

Jalannya melalui intensifikasi dan dilakukan dengan memasukkan bioteknologi," ujarnya pada seminar Status Global Komersialisasi Tanaman Biotek 2017 di Bogor, Jawa Barat, Senin (20/8).

Indonesia mempunyai potensi besar dalam bidang bioteknologi dan potensi tersebut harus dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai masalah sosial ekonomi nasional utamanya untuk penyediaan pangan murah bagi masyarakat yang semakin meningkat.

"Untuk petani, benih biotek ini penting dan harus diberikan kesempatan yang sama untuk meningkatkan produksi dan memperoleh keuntungan yang tinggi. Dibandingkan kita harus membeli produk pangan bioteknologi yang sebenarnya bisa diproduksi dalam negeri," ujarnya.

Mengenai dampak tanaman bioteknologi, Parulian menambahkan hingga sekarang tidak ada laporan dampak lingkungan maupun dampak budaya yang serius yang terjadi akibat dari diberlakukannya bioteknologi di seluruh dunia.

Pilihan Benih

Direktur IndoBIC, Bambang Purwantara menuturkan sudah saatnya petani diberikan pilihan benih yang menguntungkan bagi usaha tani mereka, salah satunya dengan tanaman bioteknologi.

"Jangan sampai bangsa ini terkuras devisanya untuk membeli produk pangan biotek dan menguntungkan petani di luar negeri. Petani Indonesia harus diberi kesempatan yang sama untuk meningkatkan produksi dan memperoleh keuntungan yang tinggi," katanya.

Dia mengungkapkan untuk bisa merilis tanaman maupun benih hasil bioteknologi bukanlah perjalanan yang mudah karena harus diatur secara ketat, kurang lebih satu produk bisa mencapai 4-5 tahun dahulu sebelum dirilis.

Setiap produk bioteknologi yang akan dirilis harus melewati Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika (KKH-PRG) setelah dinilai keamanan pangan, pakan, lingkungan maupun etika. Namun, bukan berarti Indonesia diam di tempat saja dalam komoditas bioteknologi sebab lembaga-lembaga riset bioteknologi kini semakin banyak yang membuat komoditas bioteknologi.

Ketua Dewan Direksi The International Service For the Aquisition of Agri-Biotech Applicatuin (ISAAA), Paul S. Teng, menyatakan permasalahan pertanian tidak hanya dialami petani di Indonesia, tantangan yang sama juga dialami oleh petani dunia, namun dengan inovasi berupa bioteknologi, perbaikan kondisi sosial dan ekonomi bisa dirasakan langsung oleh mereka.

"Tanaman bioteknologi menawarkan manfaat yang besar bagi lingkungan, kesehatan manusia dan hewan serta berkontribusi dalam perbaikan sosial ekonomi petani dan masyarakat," katanya.

Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top