Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Bank Sentral | Keamanan Transaksi Sudah Sewajarnya Jadi Prioritas BI

BI Perlu Tindaklanjuti Temuan BPK

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) diminta tidak mengesampingkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai permasalahan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) tahun 2023 terkait penguatan sistem transaksi BI-Fast dan pengaturan penentuan harga acuan nilai wajar Surat Berharga Negara (SBN).

Peneliti Ekonomi Celios, Nailul Huda, mengatakan masalah terkait BI-Fast sudah disampaikan sejak tahun lalu, namun memang belum bisa diselesaikan tahun ini. "Mungkin memang belum menjadi prioritas BI untuk memperkuat sistem transaksi BI-Fast. Akan tetapi, saya rasa BI juga harus aware terhadap temuan BPK tentang BI-Fast ini," tegas Huda kepada Koran Jakarta, Selasa (18/6).

Dikatakannya, BI harus aware atau mempedulikan temuan itu karena transaksinya naik sangat tajam. BI mencatat volume transaksi BI-Fast mencapai 468,4 juta transaksi dengan nominal 1.310,8 triliun rupiah pada kuartal II-2023.

BI-Fast menjadi andalan masyarakat untuk transaksi kirim uang. Karena itu, keamanan transaksi sudah sewajarnya menjadi prioritas dari BI. Terlebih lagi, BI ingin mengimplementasikan rupiah digital sehingga teknis semacam ini harus bisa dibenahi terlebih dahulu.

BI-Fast dikembangkan BI untuk tujuan mengefisienkan, mempercepat dan mempermudahkan tersedia setiap saat bagi masyarakat dalam melakukan transfer dana antarbank. Tarif BI-Fast dari perbankan ke nasabah sebesar 2.500 rupiah per transaksi, sementara tarif dari BI ke perbankan sebesar 19 rupiah per transaksi. Besaran biaya transaksi tersebut akan diturunkan secara bertahap berdasarkan evaluasi secara berkala.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, mengatakan meskipun BI mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP), namun soal data center dan disaster recovery center menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan ke depan. "Tentunya keandalan sistem IT dalam transaksi keuangan menjadi kunci kredibilitas bank sentral," ungkap Bhima.

Dia menekankan layanan BI-Fast sudah menjadi infrastruktur penting sistem pembayaran di tengah digitalisasi keuangan, terutama BI-Fast mampu memangkas biaya transfer antar bank secara signifikan. "Ke depan, layanan BI-Fast harus lebih bisa diandalkan karena beberapa kali sempat terjadi error yang membuat layanan transfer dengan biaya murah menjadi terhambat," ucapnya.

Sementara itu, Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, menilai rekomendasi BPK terkait penentuan harga acuan nilai wajar SBN perlu segera ditindaklanjuti oleh BI. "Kita tahu SBN merupakan instrumen untuk membantu pembiayaan APBN melalu investasi. Dengan kata lain, dampaknya ke investasi di Indonesia. Karena SBN dijamin undang-undang, pemerintah perlu melakukan telaah lebih dalam terkait dampak dari temuan BPK mengenai SBN. Jangan sampai ini bagian dari tidak optimalnya investasi di Indonesia," tegasnya.

Masalah Manajemen

Sebelumnya, anggota II BPK Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara II, Daniel Lumban Tobing, mengatakan pihaknya menemukan masalah perihal pelaksanaan manajemen keberlangsungan tugas Bank Indonesia (BI) yang belum memadai, sehingga meningkatkan risiko operasional atas keberlangsungan tugas kritikal BI dan risiko ancaman gangguan data center dan disaster recovery center. Hal itu disampaikannya saat menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) tahun 2023 kepada Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo.

"Hal tersebut mengakibatkan terdapat potensi informasi bias atas nilai aset SBN," kata Daniel.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top