Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Fungsi Lembaga I Angka Inflasi Jangan sampai Tidak Merefleksikan yang Terjadi di Pasar

BI Diminta Fokus Kendalikan Inflasi dan Sesuaikan Suku Bunga

Foto : ISTIMEWA

BHIMA YUDISTHIRA Direktur Eksekutif Celios - Kebijakan burden sharing atau berbagi beban dengan pemerintah saat pandemi Covid-19 jelas memicu inflasi karena uang beredar bertambah.

A   A   A   Pengaturan Font

» Simpanan di Indonesia bunganya cukup rendah, sementara kredit dari dulu semakin mahal.

» Kalau model kebijakan moneter ini dilanjutkan, bisa berisiko memperlambat pemulihan ekonomi.

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter diminta untuk benar-benar fokus menjaga kestabilan sektor keuangan dengan menerapkan kebijakan yang benar dan terukur, sehingga sektor riil atau dunia usaha termasuk usaha rakyat mudah memperoleh pembiayaan.

Pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, yang diminta pendapatnya dari Jakarta, Jumat (9/6), mengatakan bank sentral sebaiknya fokus pada tugas utamanya saja seperti pengendalian Inflasi.

Hampir semua negara di dunia melaporkan inflasinya tinggi, namun tidak demikian dengan Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Mei bahkan terendah sejak Januari.

"Kita jadi bertanya-tanya, benarkah angka inflasi BPS itu mencerminkan apa yang terjadi antara supply and demand atau karena ada sesuatu? Seperti misalnya BI cetak uang," kata Aditya.

Untuk mengendalikan inflasi, BI semestinya menyelesaikan masalah intermediasi perbankan yang tidak berjalan yang menyebabkan spread (selisih) yang begitu lebar antara bunga simpanan dan bunga kredit di bank.

Simpanan di Indonesia bunganya cukup rendah, sementara kredit dari dulu semakin mahal. BI sebagai ketua tim pengendali inflasi benar-benar harus mengambil tanggung jawabnya. Tahun lalu, di Yogyakarta misalnya, angka kemiskinan tinggi karena inflasi pangan yang lebih tinggi dari daerah lain.

"Angka inflasi di BPS jangan sampai tidak merefleksikan apa yang terjadi di pasar, BI harus membuat intermediasi bank berjalan. BI seharusnya fokus menjaga inflasi karena kalau sudah tinggi akan sulit dikendalikan seperti yang terjadi di banyak negara. Makanya, kalau inflasi di negara-negara lain double digit, sulit dipercaya kalau di Indonesia lebih rendah," katanya.

Kalau melihat harga kebutuhan pokok dan sandang yang tidak terkendali, pemerintah tidak bisa hanya terus mengandalkan beras murah dan sayur-mayur untuk mengatasi gejolak harga tersebut.

"Kalau tetap mempertahankan kepentingan oligarki yang doyan impor maka dampaknya akan sangat parah di kemudian hari. Kalau rakyat ditanya apa arti Pancasila, maka ada yang menyatakan kalau itu slogan, karena faktanya hak keadilan sosialnya tidak diberi. BI dan OJK ikut bertanggung jawab karena intermediasi bank hanya dinikmati segelintir orang," kata Aditya.

Diminta dalam kesempatan terpisah, pakar ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Bambang Budiarto, mengatakan BI harus fokus pada tugas utamanya mengendalikan niali tukar dan inflasi. Salah satu ciri perilaku indikator-indikator makroekonomi adalah keberadaannya yang simultan, tidak berdiri sendiri, senantiasa mempengaruhi dan dipengaruhi oleh indikator makroekonomi yang lainnya.

"Termasuk eksistensi dari lembaganya yang juga memiliki sifat simultan. Memahami situasi yang demikian memang di setiap institusi sebaiknya tetap fokus pada tugas pokok dan fungsinya, meskipun nantinya dalam perjalanannya akhirnya selalu melibatkan institusi yang lain. Fakta yang demikian sebenarnya baik sebagai sebuah fungsi kontrol mandiri. Kekhawatiran akan lahirnya kebijakan-kebijakan yang tidak sepenuhnya diketahui publik seperti cetak uang tersebut akan dapat diminimalisir," kata Bambang.

Pengendalian Uang Beredar

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudisthira, mengatakan inflasi Indonesia masih tergolong tinggi jika dilihat tren 10 tahun ke belakang.

"Jadi, BI harus punya concern soal cara mengendalikan inflasi tentu dari sisi moneter adalah dengan pengendalian uang beredar," kata Bhima.

Kebijakan burden sharing atau berbagi beban dengan pemerintah saat pandemi Covid-19 jelas memicu inflasi karena uang beredar bertambah.

Selain itu, BI juga perlu berupaya mengefektifkan intermediasi perbankan di tengah dampak naiknya suku bunga sejak tahun lalu. Bank, likuiditas melimpah, tetapi undisbursed loan-nya atau kredit yang belum tersalur cukup tinggi. Akibatnya, intermediasi tidak optimal, pertumbuhan kredit masih rendah dan bank dikhawatirkan makin senang menyimpan dana di surat utang pemerintah dengan yield 6-7 persen per tahun.

"Kalau model kebijakan moneter ini dilanjutkan, bisa berisiko memperlambat pemulihan ekonomi," kata Bhima.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top