Senin, 03 Feb 2025, 20:13 WIB

Bersih-bersih Pinjol, OJK Cabut Izin dan Jatuhkan 661 Sanksi

OJK menutup usaha Investree.

Foto: Antara News/ Dewa Wiguna

JAKARTA – Penertiban terhadap penyelenggara fintech P2P lending atau pinjaman online (pinjol) atau daring terus dilakukan karena tak memenuhi regulasi yang berlaku saat ini. Tindakan tegas memang perlu diambil guna menghindarkan masyarakat dari praktik pinjaman yang merugikan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan 661 sanksi serta empat surat keputusan cabut izin usaha (CIU) terhadap penyelenggara fintech P2P lending atau pinjaman online (pinjol) atau daring (pindar) selama 2024.

Pencabutan izin usaha terhadap empat pindar tersebut terdiri dari dua penyelenggara dikarenakan sanksi administratif, sedangkan dua penyelenggara lainnya mengajukan permohonan pengembalian izin usaha.

“OJK melakukan penegakan hukum (law enforcement) berupa pencabutan izin usaha terhadap TaniFund dan Investree dikarenakan kedua pindar tersebut tidak memenuhi ketentuan ekuitas minimum dan tidak melaksanakan rekomendasi pengawasan OJK,” kata Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M Ismail Riyadi di Jakarta, Senin (3/2).

Pasca-pencabutan izin usaha, Tim Likuidasi PT Tani Fund Madani Indonesia telah mengumumkan pembubaran perseroan melalui beberapa surat kabar pada 1 Agustus 2024 serta diumumkan melalui Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) Nomor 062 tanggal 02 Agustus 2024. Sejak pencabutan izin usaha sampai dengan 31 Desember 2024, OJK menerima tujuh pengaduan terkait TaniFund.

Saat ini, jelas OJK, telah terbentuk tim likuidasi TaniFund sehingga masyarakat yang akan menyelesaikan hak dan kewajibannya dapat menghubungi tim likuidasi TaniFund sebagaimana informasi yang tersedia di situs resmi TaniFund. “Terkait dengan dugaan tindak pidana yang terjadi di TaniFund, telah ditindaklanjuti dengan melaporkan kepada aparat penegak hukum sesuai dengan kewenangan,” kata Ismail.

Sedangkan mengenai perkembangan kasus PT Investree Radhika Jaya (Investree), OJK menerima 85 pengaduan terkait Investree sejak pencabutan izin usaha sampai dengan 31 Desember 2024. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Investree telah memutuskan penunjukan tim likuidasi yang akan bekerja menyelesaikan hak dan kewajiban perusahaan sesuai ketentuan.

OJK juga telah melakukan proses Penilaian Kembali Pihak Utama (PKPU) terhadap AAG selaku Direktur Utama Investree sesuai POJK Nomor 34/POJK.03/2018 tentang Penilaian Kembali Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan sebagaimana telah diubah dengan POJK Nomor 14/POJK.03/2021 dengan hukuman maksimal.

Hasil PKPU tersebut tidak menghapuskan tanggung jawab serta dugaan perbuatan pidana yang bersangkutan atas tindakan pengurusan Investree.

Koordinasi Intensif

Ismail menambahkan, penyidik OJK secara intensif telah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk penanganan secara efektif. Melalui kerja sama dengan Polri telah dilakukan permohonan red notice oleh Interpol RI kepada Interpol Pusat di Lyon dan permohonan pencabutan paspor kepada Direktorat Jenderal Imigrasi.

“Melalui kolaborasi antara penyidik OJK dengan Polri, dua tersangka diharapkan dapat segera dihadirkan untuk kelanjutan proses penegakan hukum atas tindakan tersangka dan memberikan kejelasan atas nasib investor di Investree,” kata Ismail.

Berkenaan dengan kasus eFishery yang mengemuka belakangan ini, OJK menegaskan bahwa entitas tersebut bukan merupakan lembaga jasa keuangan (LJK) dan tidak berada di bawah pengawasan OJK. Namun demikian, OJK terus memantau perkembangan terkait penyelesaian permasalahan di eFishery dan dampaknya terhadap LJK.

Ismail menyampaikan, OJK terus melakukan langkah-langkah penguatan pengawasan dan penyelesaian kasus LJK, termasuk di industri fintech P2P lending atau pindar. Sebagai komitmen untuk mewujudkan industri pindar yang sehat, OJK telah meluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) 2023-2028.

Selain itu, OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 40 Tahun 2024 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI), sebagai penyempurnaan dari POJK Nomor 10/POJK.05/2022.

OJK juga telah menerbitkan beberapa POJK lain terkait dengan penerapan tata kelola yang baik, pengembangan kualitas sumber daya manusia, dan penerapan manajemen risiko.

Adapun saat ini, OJK tengah melakukan penyusunan Rancangan Surat Edaran (RSEOJK) perubahan SEOJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan LPBBTI, yang mengatur penguatan penyelenggaraan kegiatan usaha LPBBTI.

Materi perubahan ketentuan antara lain mengenai penguatan pemahaman mengenai risiko Pendanaan dan analisis risiko pendanaan, sebagai upaya mitigasi risiko dan pelindungan lender.

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Antara

Tag Terkait:

Bagikan: