Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Hasil Penelitian IMF I Estimasi Keuntungan dari Penghapusan Batu Bara Sangat Besar

Beralih ke EBT, Dunia Untung US$77,89 Triliun

Foto : Sumber: International Energy Agency - KJ/ONES/AND
A   A   A   Pengaturan Font

» Penetapan pajak karbon akan membantu mencapai transisi energi yang lebih cepat.

» Penghentian batu bara bukan hanya mengurangi pemanasan global, tetapi juga memberi manfaat sosial ekonomi.

WASHINGTON - Dunia akan memperoleh keuntungan dari penghentian penggunaan batu bara dan beralih ke energi baru terbarukan (EBT) sebesar 77,89 triliun dollar AS atau 1,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) global per tahun hingga pada 2100 mendatang.

Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan penelitian yang dipublikasikan awal Juni menyebutkan keuntungan dari penghentian batu bara secara bertahap sebagai biaya sosial karbon dikalikan dengan jumlah emisi yang dihindari.

"Dengan membandingkan nilai emisi saat ini yang dihindari terhadap nilai dari biaya penghentian batu bara ditambah biaya untuk menggantinya dengan energi terbarukan, perkiraan dasar kami adalah dunia dapat merealisasikan keuntungan bersih sebesar 77,89 triliun dollar AS," kata tim peneliti IMF dalam situs resmi lembaga tersebut.

"Jumlah ini sekitar 1,2 persen dari PDB dunia per tahun hingga tahun 2100. Manfaat bersih dari penghentian penggunaan batu bara begitu besar sehingga upaya baru, penetapan harga karbon, dan kebijakan pembiayaan lain yang kita diskusikan, harus diupayakan," sebut peneliti IMF.

Penelitian oleh tim menggunakan pendekatan Coasian untuk transisi energi dan pendanaan iklim, yakni mengukur keuntungan dari penghentian batu bara secara bertahap sebagai biaya sosial karbon dikalikan kuantitas emisi yang dihindari dan menimbang keuntungan tersebut terhadap nilai sekarang dari biaya penghentian batu bara ditambah biaya penggantiannya dengan energi terbarukan.

Estimasi keuntungan bersih dunia dari penghapusan batu bara ini memang sangat besar. "Estimasi dasar kami tentang manfaat sosial dari penghentian batu bara secara bertahap didasarkan pada biaya sosial karbon sebesar 75 dollar AS per ton CO2, sejalan dengan estimasi ujung bawah SCC dalam literatur. Kami juga melakukan analisis sensitivitas untuk semua parameter utama kami dan mempertimbangkan nilai SCC lainnya, mulai dari minimum 61,4 dollar AS per ton CO2 hingga maksimum 268.4 dollar AS per ton CO2," kata tim peneliti IMF.

Sedangkan untuk perkiraan yang kurang konservatif, lanjutnya, sebesar 168,4 dollar AS per ton CO2 dengan mengesampingkan peristiwa iklim dan bencana yang masuk akal dengan biaya besar.

"Kami menemukan bahwa arbitrase karbon tumbuh dari 77,89 dollar AS menjadi 211,03 triliun dollar AS. Perkiraan minimal-maksimal terkait tumbuh dari (62,45 hingga 120,97) menjadi (195,60 hingga 309,66) triliun dollar AS, atau dari (1-1,9) menjadi (3-4,8) poin persentase PDB," sebut IMF.

Untuk menentukan ukuran dan biaya peluang dari emisi yang dihindari, tim mengandalkan kumpulan data terperinci tentang produksi batu bara global historis dan proyeksi di tingkat afiliasi yang disatukan oleh Asset Resolution (AR), serta data keuangan dari Orbis. Untuk menghitung biaya investasi untuk berbagai jenis investasi energi terbarukan yang diperlukan untuk menggantikan batu bara, tim menggunakan data dari IRENA.

Tim peneliti IMF memandang pendekatan itu sebagai pelengkap dari pendekatan Pigouvian yang menjadi dasar penetapan harga karbon.

"Kami menunjukkan bahwa dunia dapat mengambil manfaat dari tawar-menawar Coasian, di mana kebijakan dan institusi dikembangkan untuk melengkapi pajak karbon, sehingga mencapai transisi hijau lebih cepat," tegasnya.

"Singkatnya, analisis kami menunjukkan menghapuskan batu bara secara bertahap bukan hanya masalah kebutuhan mendesak untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius. Ini juga merupakan sumber keuntungan ekonomi dan sosial yang cukup besar," sebut IMF.

Pajak Karbon

Menanggapi penelitian IMF itu, Associate Director di Climate Policy Initiative (CPI), Tiza Mafira, berharap semakin banyak negara yang mengambil langkah ambisius untuk melakukan transisi energi.

Indonesia, jelas Tiza, harus segera menerapkan pajak karbon karena tujuan utamanya adalah mendorong PLTU beralih ke energi terbarukan, bukan pemasukan negara. Namun demikian, dia meminta agar tarifnya disesuaikan dengan negara-negara lain agar bisa memberi efek jera.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top