Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Konflik Libya - Korban Jet Ukraina Diduga Memasok Senjata

Belum Sepekan, Embargo Dilanggar

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Banyak penerbangan telah mendarat di bandara Libya selama 10 hari terakhir. Pesawat-pesawat itu membawa senjata canggih, kendaraan lapis baja, penasihat dan pejuang untuk kedua belah pihak yang bertikai di Libya.

TRIPOLI - Embargo atau larangan impor senjata terhadap Libya yang baru disepakati para pemimpin dunia pekan lalu, di Berlin, Jerman, sudah dilanggar. PBB mengecam pelanggaran ini. Demikian keterangan Misi PBB ke Libya (UNSMIL), Minggu (26/1), di Tripoli, Libya.

"PBB telah mengecam pelanggaran yang sedang berlangsung terhadap embargo senjata Dewan Keamanan PBB. Padahal baru pekan lalu para pemimpin global berkomitmen pada pertemuan puncak internasional di Berlin," demikian rilis Misi PBB di Libya (UNSMIL).

UNSMIL sangat menyesalkan pelanggaran terang-terangan embargo senjata di Libya. Para pemimpin dunia akhir pekan lalu berkomitmen untuk mengakhiri semua campur tangan asing di Libya. Mereka juga sepakat untuk menegakkan embargo senjata sebagai bagian dari rencana yang lebih luas untuk mengakhiri konflik Libya.

Para pemimpin juga sepakat untuk gencatan senjata permanen dan langkah-langkah guna membongkar jaringan milisi dan kelompok bersenjata. PBB juga akan memperbaiki proses politik di Libya.

Menurut UNSMIL, gencatan senjata pada 12 Januari lalu yang disetujui Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) dan pasukan pimpinan komandan Khalifa Haftar telah memberi sedikit ketenangan yang sangat dibutuhkan warga sipil Libya. "Namun, gencatan senjata yang rapuh ini sekarang terancam karena ada transfer pejuang asing, senjata, amunisi, dan sistem canggih yang sedang berlangsung kepada partai-partai. Ini dilakukan negara-negara, termasuk yang baru bertemu dalam Konferensi Berlin," katanya.

Dikatakan, banyak penerbangan telah mendarat di bandara Libya selama 10 hari terakhir. Pesawat-pesawat itu membawa senjata canggih, kendaraan lapis baja, penasihat dan pejuang untuk kedua belah pihak yang bertikai di Libya. "Misi PBB mengutuk pelanggaran yang sedang berlangsung ini. Sebab pelanggaran berisiko menjerumuskan Libya ke dalam pertempuran yang baru dan lebih intensif," katanya.

Komandan militer, Haftar, yang menguasai bagian timur Libya dan sebagian besar wilayah selatan, memulai serangan pada April tahun lalu untuk merebut Tripoli dari GNA yang diakui PBB. Turki telah mendukung GNA yang berbasis di Tripoli. Sedang Haftar didukung Rusia, Uni Emirat Arab, dan Mesir.

Juru bicara Kementerian Kesehatan GNA, Amin al-Hashemi, mengatakan bentrokan hari Sabtu (25/1), di Tripoli menewaskan satu warga Maroko dan melukai tujuh lainnya. Pakar PBB pada bulan Desember menerbitkan laporan hampir 400 halaman yang menuduh sejumlah perusahaan dan kekuatan eksternal melanggar embargo 2011. Mereka mengirimkan senjata atau pejuang ke Libya.

Menurut Hashemi, embargo senjata tidak efektif karena ada pengiriman militer secara teratur ke Libya. Negara Libya telah terperosok dalam kekacauan sejak pemberontakan yang didukung NATO pada 2011 yang menewaskan diktator Moamer Kadhafi.

Penumpang Jet

Sementara itu, ada dugaan seorang wanita yang menjadi salah satu penumpang Jet Ukraina yang ditembak Iran, memiliki perusahaan yang memasok senjata ke Libya selama embargo. Pengusaha wanita itu memiliki dua perusahaan pemasok senjata. Wanita bernama Olena Malakhova (38) tersebut terkait perdagangan senjata gelap untuk perang saudara di Libya.

Olena Malakhova duduk di baris kedua pesawat Ukraina International Airlines Penerbangan 752 dari Teheran ke Kiev. Dia adalah satu dari hanya dua penumpang Ukraina di pesawat yang jatuh pada 8 Januari lalu itu. Malakhova adalah direktur sebuah perusahaan bernama SkyAviaTrans, yang berbasis di Ukraina. Dia juga salah satu pemilik perusahaan Volaris Business, yang terdaftar di Edinburgh, Skotlandia. AFP/Cnn/G-1


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top