Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Senin, 23 Agu 2021, 01:22 WIB

Belajar dari Kasus Paskibraka Sulbar

Anggota Paskibraka mengibarkan bendera merah putih saat Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi 1945 yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (17/8/2021). Peringatan HUT Kemerdekaan ke-76 Republik Indonesia ini mengangkat tema Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh.

Foto: ANTARA FOTO/Biro Pers Media Setpres/Muchlis Jr/wpa

Kejadiannya sudah lama, akhir Juli lalu, tetapi sampai sekarang masih ramai diberitakan. Gagal berangkatnya Kristina mewakili Provinsi Sulawesi Barat sebagai pasukan pengibar bendera pusaka (paskibraka) dalam Upacara Peringatan ke-76 Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, berbuntut panjang.

Keluarga besarnya tidak terima. Kristina yang sudah terpilih sebagai paskibraka Sulawesi Barat gagal ke Jakarta setelah hasil tes PCR-nya dinyatakan positif Covid-19 hanya beberapa hari sebelum keberangkatannya. Tidak puas dengan hasil tes tersebut, Kristina pun melakukan tes ulang dan hasilnya negatif. Yang mengherankan, pengganti Kristina bukan Aliyah yang sudah ditetapkan menjadi cadangan, tetapi nama baru Anggie Fricilia yang tidak ada dalam daftar cadangan.

Untuk mengobati kekecewaan Kristina, Dinas Pemuda dan Olahraga Sulawesi Barat menawarkan Kristina untuk menjadi paskibraka dalam upacara tingkat provinsi di Mamuju. Tawaran ini ditolak karena kalau diterima, ia akan menggantikan orang lain yang sudah terpilih sebagai paskibraka di provinsi. Tentu ini juga akan menyakiti orang lain.

Tidak terima dengan keputusan Dispora, keluarga Kristina pun melaporkan Kepala Dispora Sulawesi Barat ke Ombudsman. Hasilnya, Ombdusman perwakilan Sulawesi Barat menyatakan tidak ada kesalahan administrasi terkait hasil tes PCR Kristina. Ombudsman telah mengecek dan semuanya sesuai prosedur, meski kemudian hasilnya berbeda dengan hasil yang dilakukan Kristina secara pribadi.

Kesalahan adiminstrasi justru terjadi pada sosok pengganti Kristina yang bukan berasal dari cadangan yang sudah disiapkan. Dispora Sulbar sekaligus telah mengambil hak orang lain.

Kejadian ini jelas bisa membuat trauma pihak-pihak yang merasa dirugikan. Lihat saja, setelah gagal berangkat ke Jakarta, Kristina bukannya kembali ke Mamasa tempat dimana ia sekolah, tetapi lebih memilih tinggal di kampung halaman yang waktu tempuhnya empat jam ke Mamasa.

Jika tidak ditangani dengan baik, trauma ini bisa berkepanjangan. Artinya, Indonesia berpotensi kehilangan bakat-bakat yang seharusnya bisa berkembang untuk membangun negara. Jangan sampai tunas-tunas terbaik bangsa itu layu sebelum berkembang.

Untuk itu tidak ada salahnya jika Kementerian Pemuda dan Olahraga tetap memberikan sertifikat kepada Kristina sebagai pasukan pengibar bendera pusaka nasional. Dan Anggie tentu juga harus mendapat penghargaan karena secara fisik dia yang sudah hadir mengikuti Upacara Peringatan ke-76 Detik-Detik Proklamasi. Untuk Aliyah, paskibraka cadangan yang seharusnya berangkat menggantikan Kristina, yang haknya telah dirampas, mungkin bisa diberi penghargaan tingkat provinsi.

Untuk oknum-oknum yang terlibat dalam kesalahan _administrasi tersebut, sudah selayaknya diberi sanksi. Jika kesalahan memilih pengganti Kristina dilakukan bukan karena kesengajaan, sanksi ringan yang mendidik bisa diberikan. Namun jika ada unsur kesengajaan atau ada unsur kongkalikong dalam menentukan pengganti Kristina, sudah selayaknya hukuman setimpal diberikan supaya bisa menjadi pelajaran dan tidak terulang di masa datang.

Redaktur: Aloysius Widiyatmaka

Penulis: M. Selamet Susanto

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.