Apa Guna HET Minyak Goreng?
Seorang warga menunjukan minyak goreng kemasan yang dibeli saat operasi pasar minyak goreng murah di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (11/1/2022). Operasi pasar minyak goreng murah yang dijual dengan harga Rp14 ribu per liter tersebut digelar sebagai upaya menstabilkan lonjakan harga minyak goreng.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/tomKenaikan harga beberapa kebutuhan pokok seperti cabe, elpiji, beras, telur, dan juga minyak goreng sejak Desember lalu benar-benar membuat rakyat kecil menjerit. Kesulitan ekonomi yang mereka rasakan selama pandemi Covid-19 sejak dua tahun lalu, kini semakin bertambah dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok tersebut. Dan rakyat semakin gelisah mendengar kabar pemerintah bakal menghapus bahan bakar minya (BBM) berharga murah seperti premium dan pertalite.
Semula banyak yang mengira kenaikan bahan-bahan pokok tersebut adalah kenaikan rutin menjelang hari-hari besar seperti hari raya Natal pada Desember lalu, tapi ternyata tidak. Hingga memasuki pertengahan Januari, belum ada tanda-tanda harga-harga kebutuhan pokok yang naik tersebut akan kembali ke harga normal, atau setidaknya turun mendekati harga normal.
Yang membuat kita semua miris adalah kenaikan harga minyak goreng. Bukan hanya karena kenaikannya yang hingga 100 persen dari Harga Eceran tertinggi (HET) yang ditentukan pemerintah, tetapi karena kita adalah penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia.
Sebagai penghasil CPO terbesar di dunia, artinya kita kan eksportir bukan importir. Karena itu seharusnya kita bisa menentukan harga CPO domestik. Jangan harga CPO internasional yang saat ini sedang tinggi dijadikan acuan untuk harga dalam negeri.
Untuk dalam negeri harusnya yang menjadi acuan adalah Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapakan pemerintah yaitu 11.000 rupiah per liter untuk minyak goreng kemasan sederhana. Itu artinya semua minyak goreng yang dijual di pasar harganya tidak boleh lebih dari 11.000 rupiah per liter. Kalau ternyata harga jual di pasar lebih tinggi dari itu, pemerintah harusnya melakukan operasi pasar hingga harga stabil.
Jika tidak, apa gunanya HET?
Sebagai perbandingan, di Malaysia, negara yang juga penghasil CPO terbesar di dunia, harga minyak goreng kemasan sederhana per kilogram 8.500 rupiah. Padahal Malaysia adalah negara dengan pendapatan perkapita jauh di atas Indonesia.
Dan yang lebih memilukan, ternyata pilihan pemerintah bukan menstabilkan harga minyak goreng melalui operasi pasar agar harganya setidaknya mendekati HET, tetapi malah akan merevisi HET. Artinya jelas bahwa HET akan dinaikkan. Kalau ini pilihannya, jelas pemerintah saat ini sudah tidak peduli lagi dengan nasib rakyatnya, terutama rakyat kecil yang sudah dua tahun belakangan ekonominya terhimpit.
Kalau ini yang terjadi, pemulihan ekonomi yang diusahakan pemerintah selama ini dengan menghabiskan anggaran ribuan triliun rupiah akan semakin lama kelihatan hasilnya.
Redaktur: Koran Jakarta
Penulis: Koran Jakarta
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Regulasi Baru, Australia Wajibkan Perusahaan Teknologi Bayar Media Atas Konten Berita
- 2 Ini yang Dilakukan Pemkot Jaksel untuk Jaga Stabilitas Harga Bahan Pokok Jelang Natal
- 3 RI Harus Antisipasi Tren Penguatan Dollar dan Perubahan Kebijakan Perdagangan AS
- 4 Terapkan SDGs, Perusahaan Ini Konsisten Wujudkan Sustainability Action Plan
- 5 Segera diajukan ke Presiden, Penyederhanaan Regulasi Pupuk Subsidi Masuk Tahap Final
Berita Terkini
- Prabowo Dinilai Tetap Komitmen Lanjutkan Pembangunan IKN
- Cegah Sirosis Hati Sejak Dini, IDI Buntok Beri Informasi Pengobatan
- Banjir Rob Rendam 6 RT di Jakarta Utara, Warga Diminta Waspada
- Jasamarga Transjawa Siap Hadapi Libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025
- Dukung Swasembada Energi, Kemenhut Siapkan Kawasan Hutan untuk Bioethanol