Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Antara FB dan NU

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Keadaan yang sama juga terjadi di Indonesia, tepatnya setiap terjadi pertarungan politik (pemilihan pemimpin). Akun anonim, robot, bodong, buzzer dan sebagainya menjadi strategi calon pemimpin. Misinya jelas, memengaruhi persepsi dan opini publik terhadap. Mereka menyulap dan memoles agar pemimpin seolah-olah penyelamat suci dari segala dosa. Bersamaan dengan itu juga untuk menghalau persepsi negatif serta menyebarkan info sesat terkait lawan. Target serangan semacam ini jelas, menjatuhkan lawan.

Kemudian menciptakan sekat-sekat dalam masyarakat. Di tengah penyebaran berita bohong, fitnah, provokasi dan sebagainya melalui medsos, menjadikan masyarakat terbelah jadi haters dan lovers. Dua kelompok ini sama-sama memegang teguh kebenaran tunggal. Ilmu "pokoke" pun menjadi senjata pamungkas.

Pokoknya, siap membela secara membabi-buta idola. Walhasil, sikap curiga dan menyematkan pandangan selalu salah terhadap kelompok lain. Kebenaran hanya milik kelompoknya. Sementara itu, lawan selalu salah. Puncaknya, timbullah sekat dalam masyarakat, antara pro dan kontra. Inilah kelemahan atau dampak negatif medsos, seperti FB.

Mengubah budaya. Sopan santun, rendah hati, menjunjung tinggi toleransi, dan berkata lembut adalah serentetan nilai-nilai luhur budaya. Nenek moyang mewariskan. Agama pun mengajarkannya. Kini, di tengah luasnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang budaya, justru semakin nyaris tidak terlihat dalam kehidupan sehari-hari.

Terutama dalam media sosial, masyarakat sudah tidak memandang tua muda, semua sama. Jika tidak sepaham, sekalipun ulama, akan dicecar dan di-bully habis-habisan. Kisah penghinaan yang dilakukan Pandu Wijaya terhadap Gus Mus contoh.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top