Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Antara FB dan NU

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Muhammad Najib

Belakangan, cucu KH Hasyim Asy'ari (Sholahuddin Wahid) melontarkan pernyataan yang menusuk hati umat Islam, terutama warga Nahdliyin. Ketika ada pertanyaan, "Bagaimana respons KH Hasyim Asy'ari, andai melihat kondisi NU sekarang ini?" Gus Sholah dengan lirih menjawab, "Menurut saya menangis. Bagaimana mungkin organisasi yang didirikan ulama-ulama, akhirnya menjadi seperti sekarang."

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng itu kemudian menandaskan, yang prihatin terhadap Nahdlatul Ulama (NU), tidak hanya dirinya, melainkan banyak tokoh NU lain. Dia minta seluruh warga Nahdliyin kembalilah ke hati nurani. Tinggalkan dan tanggalkan kepentingan pribadi. Berilah NU manfaat, bukan memanfaatkan NU.

Jika ditelaah lebih dalam, sejatinya ungkapan Gus Sholah tidak hanya relevan dengan NU saja, tapi juga ormas, kelompok, dan masyarakat sebagai individu. Saat ini, tampak betapa sulit menemukan moral, etika, atau akhlak dalam kehidupan keseharian. Moral, etika, dan akhlak mulia ditabrak. Keliaran menjadi pedoman hidup masyarakat modern, termasuk sini.

Kepentingan pribadi maupun kelompok diutamakan. Sementara itu, kepentingan umat dikalahkan. Tidak sebatas itu, di era kemajuan teknologi, informasi dan komunikasi (TIK) seperti ini, perilaku masyarakat sudah sedemikian parah. Lihat, media sosial (medsos) yang sudah menjadi gaya hidup disalahgunakan. Banyak modus penipuan, pemerkosaan, bulliying, dan sebagainya.

Medsos sebagai produk kemajuan TIK sudah berkembang beragam. Medsos sejatinya merupakan fasilitas interaktif dan efisien. Manfaatnya pun banyak sekali, bisa memudahkan akses informasi terbaru dan memudahkan komunikasi antarsesama. Kehadiran medsos diharapkan menjadi jembatan penghubung manusia, mendekatkan yang jauh dan mempererat yang dekat.

Kira-kira begitulah motivasi Mark Zuckerberg mendirikan Facebook (FB). Sebagai penguatan, Zuckerberg berujar, awalnya, FB dibangun tidak menjadi perusahaan, tapi untuk misi sosial agar dunia lebih terbuka dan saling terhubung. Namun, harapan sering kali beda dengan kenyataan. Jika melihat perkembangan FB belakangan, banyak masyarakat menyalahgunakanya. Mungkin Mark Zuckerberg pun "menangis", sebagaimana KH Hasyim Asy'ari melihat perkembangan NU saat ini.

Terjebak

Sejatinya, kondisi yang sama juga dialami Jack Dorsey (pendiri Twitter), Kevin Systrom (pendiri Instagram) dan pendiri medos lainnya. Namun, Zuckerberg dalam konteks ini barangkali termasuk orang "tersedu-sedu" mengingat FB merupakan medsos yang digemari masyarakat dunia. Ada sekitar 1,7 miliar pengguna. Bisa dibayangkan betapa sedihnya dia melihat orang sebanyak itu terjebak informasi yang sesat sebagaimana disebarkan kelompok tertentu dengan sejuta misi busuk.

FB untuk menyebarkan berita bohong. Agus Sudibyo saat Barack Obama menanggapi kemenangan Donald Trump dalam pemilihan Presiden AS mengatakan, jika informasi yang salah dapat dikemas sedemikian bagus dan disebarkan secara aktif melalui Facebook sehingga kita tidak bisa lagi membedakan media yang kredibel dan tidak, informasi benar dan propaganda, maka kita sedang menghadapi masalah serius. Demokrasi menuju keruntuhan.

Keadaan yang sama juga terjadi di Indonesia, tepatnya setiap terjadi pertarungan politik (pemilihan pemimpin). Akun anonim, robot, bodong, buzzer dan sebagainya menjadi strategi calon pemimpin. Misinya jelas, memengaruhi persepsi dan opini publik terhadap. Mereka menyulap dan memoles agar pemimpin seolah-olah penyelamat suci dari segala dosa. Bersamaan dengan itu juga untuk menghalau persepsi negatif serta menyebarkan info sesat terkait lawan. Target serangan semacam ini jelas, menjatuhkan lawan.

Kemudian menciptakan sekat-sekat dalam masyarakat. Di tengah penyebaran berita bohong, fitnah, provokasi dan sebagainya melalui medsos, menjadikan masyarakat terbelah jadi haters dan lovers. Dua kelompok ini sama-sama memegang teguh kebenaran tunggal. Ilmu "pokoke" pun menjadi senjata pamungkas.

Pokoknya, siap membela secara membabi-buta idola. Walhasil, sikap curiga dan menyematkan pandangan selalu salah terhadap kelompok lain. Kebenaran hanya milik kelompoknya. Sementara itu, lawan selalu salah. Puncaknya, timbullah sekat dalam masyarakat, antara pro dan kontra. Inilah kelemahan atau dampak negatif medsos, seperti FB.

Mengubah budaya. Sopan santun, rendah hati, menjunjung tinggi toleransi, dan berkata lembut adalah serentetan nilai-nilai luhur budaya. Nenek moyang mewariskan. Agama pun mengajarkannya. Kini, di tengah luasnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang budaya, justru semakin nyaris tidak terlihat dalam kehidupan sehari-hari.

Terutama dalam media sosial, masyarakat sudah tidak memandang tua muda, semua sama. Jika tidak sepaham, sekalipun ulama, akan dicecar dan di-bully habis-habisan. Kisah penghinaan yang dilakukan Pandu Wijaya terhadap Gus Mus contoh.

Masih banyak budaya yang ditinggalkan generasi saat ini, terutama ketika berinteraksi di dunia maya. Sebut saja, meme nyinyir yang dialamatkan kepada Kepala Negara. Padahal, ada sebuah kalimat bijak, bangsa yang kuat dan hebat menjaga dan melestarikan budaya.

Harus diakui bahwa medsos seperti FB, IG, dan lain-lainnya tidak lebih dari alat saja. Dengan demikian, alat bergantung pemakainya. Jadi, FB ibarat pisau, bisa dimanfaatkan untuk mengupas buah-buahan atau menusuk. Mari cerdas dalam bermedia (sosial). Medsos, sebagaimana yang diimpikan Zuckerberg, harus digunakan untuk memperkuat persatuan (keakraban sosial), menebar motivasi, mencerahkan, bukan menebarkan benih kebencian yang merapuhkan keakbraban sosial, dan menanam dendam.

Konkretnya, segera akhiri posting berita agitasi, fitnah, dan sejenisnya. Tak lupa juga dicek ulang sumber dan konten berita sebelum disebar. Jangan mengumbar privasi terlalu vulgar. Jangan mengunggah informasi berbau SARA, pornografi, adu domba, serta hate speech. Jangan sampai medsos menjadi malapetaka bagi bangsa dan negara.

Penulis Dosen Stebank Mr Sjafruddin Prawiranegara Jakarta

Komentar

Komentar
()

Top