Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Ancaman Serius, Limbah Medis Berlabuh di Pesisir Muaragembong

Foto : Koran Jakarta/KPNas

Limbah medis di pesisir Muara Blacan Muaragembong Bekasi Utara.

A   A   A   Pengaturan Font

Tetapi tangan-tangan manusia dan aktivitasnya telah mencemari dan merusak alam Muara Blacan Muaragembong! Panorama hutan mangrove, pesisir dan laut nan indah mendapat serangan bertubi-tubi setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari dan bulan dari daratan.

Muaragembong berbatasan dengan laut Jawa di utara, Teluk Jakarta di barat, Kabupaten Karawang di timur, dan Kecamatan Babelan di Selatan. Jaraknya sekitar 64 Km dari Kota Bekasi. Luasnya sekitar 14.009 Ha atau 161 Km2. Terdiri dari 6 desa, yaitu: Jayasakti (220 Ha), Pantai Mekar (235 Ha), Pantai Sederhana (65 Ha), Pantai Bahagia (265 Ha), Pantai Bakti (2,90 Ha), dan Pantai Harapan Jaya (275 Ha). Kawasan pemukiman penduduk di pinggir laut dengan luas lahan keseluruhan 14.009 Ha didominasi oleh lahan perairan. (BPS, 2014).

Tambak perikanan mencakup luas lahan 10.125 Ha menjadi pencaharian utara 60 persen dari total penduduk 36.181 jiwa pada tahun 2014, dengan tingkat kepadatan 253,42 jiwa/Km2. Pada tahun 2022 jumlah penduduknya 40.313 jiwa terdiri 20.643 lelaki dan 19.670 Perempuan. (BPS, 2023).

Menurut suatu laporan disusun Nonon Sabanon dkk (Universitas Nasional Jakarta), wilayah Muaragembong diketahui sebagai wilayah dengan tingkat kerusakan lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi tersebut salah satunya terjadi karena hilangnya hutan mangrove secara besar-besaran hingga hanya menyisakan sebesar 3% untuk melindungi wilayah Muaragembong dari abrasi pantai. Faktor terbesar hilangnya hutan mangrove yaitu pengalih fungsian lahan menjadi kawasan non hutan yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat sepert pemukiman penduduk, industri, pertambakan dan sebagainya (Fatchiya, 2008).

Selanjutnya, Anhamto et al (2014) dalam penelitiannya pada tahun 2005 sebanyak 93,5 % kawasan mangrove di Kecamatan Mangrove di alih fungsikan oleh masyarakat sebagai tambak ikan, lahan pertanian, pemukiman serta beberapa fasilitas sosial. Meningkatnya pengalih fungsian hutan mangrove tersebut membuat air tanah yang digunakan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin terasa payau bahkan sudah terasa asin, sehingga menyebabkan masyarakat sekitar khususnya masyarakat Desa Pantai Bahagia kesulitan untuk mendapatkan air tawar sebagai pemenuhan kehidupan sehari-hari.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top