Akses Pembiayaan Kredit UMKM Indonesia Terendah di Asia
Foto: Sumber: Bank Indonesia - KJ/ONESJAKARTA - Akses pembiayaan kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia terendah di Asia. Hal itu dikarenakan mekanisme pemberian kredit di Indonesia masih menggunakan sistem kolateral yang membutuhkan jaminan atau agunan untuk mendapatkan persetujuan dana.
"Di Asia kita ini baru sekitar 21 persen, bandingkan misalnya Tiongkok dan Jepang itu sudah 60 persen, Korea malah di atas 80 persen," kata Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Teten Masduki, di Kantor PWI Pusat, Jakarta, Rabu (7/2).
Sedangkan rata-rata UMKM di Tanah Air tidak memiliki kemampuan atau kapabilitas untuk memberikan jaminan saat mengajukan kredit. Ia menilai hal tersebut yang menjadi penghambat bagi UMKM untuk mendapatkan pembiayaan.
Seperti dikutip dari Antara, Teten mengatakan pihaknya sedang mengembangkan sebuah ekosistem agar kekhawatiran bank soal non-performing loan (NPL) bisa teratasi.
Salah satu solusi yang ditawarkan, tambah Teten, yakni dengan mengusahakan untuk mengubah mekanisme pengajuan pinjaman dengan menggunakan sistem skor kredit (credit scoring) yang diukur melalui rekam jejak penjualan dari pelaku usaha mikro itu.
"Di 145 negara sudah menerapkan credit scoring, jadi bukan lagi agunan tapi track record digital mengenai kesehatan usahanya. Karena untuk apa ada agunan kalau usahanya macet," ujarnya.
Ia mengatakan, pelaku usaha di Tanah Air masih banyak memilih untuk mengajukan pinjaman ke koperasi simpan pinjam karena akses pengajuan pembiayaan ke koperasi lebih mudah dibandingkan dengan bank.
"Koperasi simpan pinjam itu memberi akses kepada 4,29 persen masyarakat Indonesia, sedangkan bank sekitar 4,9 persen. Jadi tidak jauh beda, padahal bank asetnya 100 kali lipat daripada koperasi simpan pinjam," katanya.
Kemenkop UKM mencatat pada 2023, kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional menyentuh angka 61 persen, sedangkan industri hanya menyumbang sebanyak 18 persen.
Pada 2024 Kemenkop UKM menargetkan sebanyak 30 juta UMKM memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).
Jadi Pemasok
Selain itu, Teten menginginkan agar para pelaku industri di Tanah Air menggandeng UMKM untuk menjadi pemasok. Dibandingkan dengan negara maju, serapan UMKM Indonesia terhadap industri masih sangat rendah, hanya sekitar 4,1 persen.
"Baru sekitar 4,1 persen UMKM kita yang sudah terhubung ke industri, tapi kalau ke Jepang, ke Korea itu industri otomotifnya spare part-nya buatan UMKM," katanya.
Ia mengatakan untuk mewujudkan hal tersebut para UMKM harus bisa meningkatkan kualitasnya, dan saat ini pihaknya sudah menyiapkan strategi yang bisa membantu para UMKM untuk naik kelas, sehingga diharapkan ke depan para pelaku usaha mikro tersebut bisa menjadi pemasok ke industri besar.
Selain itu, menurutnya, para pelaku industri yang memiliki modal besar tak seharusnya membuat produk atau usaha yang sama dengan UMKM, justru ia menilai korporasi besar harus mengajak pelaku usaha mikro untuk bekerja sama.
"Jadi yang besar itu jangan bersaing dengan yang kecil, tapi yang besar itu justru produknya ditopang oleh yang kecil," ujarnya.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Dorong Industrialisasi di Wilayah Transmigrasi, Kementrans Jajaki Skema Kerja Sama Alternatif
- 2 Tak Sekadar Relaksasi, Ini 7 Manfaat Luar Biasa Terapi Spa untuk Kesehatan
- 3 Selama 2023-2024, ASDP Kumpulkan 1,72 Ton Sampah Plastik
- 4 Industri Kosmetik Nasional Sedang 'Glowing', tapi Masyarakat Perlu Waspada
- 5 Kemenperin Desak Produsen Otomotif Tiongkok di Indonesia Tingkatkan Penggunaan Komponen Lokal
Berita Terkini
- Implora, Mereka Kosmetik Lokal yang Sasar Perempuan Muda
- RS Mitra Keluarga Gunakan Teknologi Pencitraan Terbaru untuk Deteksi Penyakit Kardiovaskuler dengan Presisi
- Gaya Hidup Aktif Ternyata Bisa Buat Otak Awet Muda
- Berkumur Bisa Bantu Lindungi Diri dari Virus HMPV
- SNBP 2025, Universitas Jember Tambah Kuota Mahasiswa Baru