Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perang Dagang

Akibat Tekanan AS, Huawei Tidak Lagi Jadi Perusahaan Ponsel Terbesar di Dunia

Foto : FRED DUFOUR / AFP

Gerai Huawei di Consumer Electronics Expo, Beijing

A   A   A   Pengaturan Font

NEW YORK - Hanya delapan bulan, Huawei berhasil mencapai target lamanya menjadi pembuat ponsel pintar terbesar di dunia. Namun saat ini, perusahaan itu bahkan tidak ada di deretan tiga besar.

Pada Rabu (31/3), raksasa teknologi Tiongkok itu mengakui bahwa bisnis ponsel cerdasnya menderita karena sanksi Amerika Serikat dan terus menghambat pertumbuhan perusahaan itu. Sanksi Amerika Serikat itu juga menyulitkan perusahaan itu untuk mendapatkan komponen penting bagi perangkatnya.

"Karena sanksi tidak adil yang diberikan kepada kami oleh AS, bisnis ponsel kami mengalami penurunan pendapatan," kata Deputy Chairman Huawei, Ken Hu, pada konferensi pers di Shenzhen, menyusul rilis laporan pendapatan terbaru perusahaan.

Perusahaan swasta tersebut menolak untuk merinci berapa banyak pendapatan yang hilang dari unit tersebut tahun lalu, tetapi pengakuan itu tidak terlalu mengejutkan. Menurut data Gartner dan Counterpoint, Huawei bukan lagi pemimpin pasar di Tiongkok, apalagi secara global.

Penjualan perangkat elektronik konsumen Huawei lainnya, termasuk laptop, tablet, dan perangkat yang dapat dikenakan, melonjak 65 persen pada tahun lalu dibandingkan dengan 2019. Huawei telah memperluas jajaran perangkat yang terhubung dalam beberapa tahun terakhir.

"Hasil terbaru memberi kepercayaan yang lebih besar kepada kami terhadap strategi kami," kata Hu.

Pendapatan Naik

Terlepas dari hasil yang suram dalam bisnis ponsel, pendapatan keseluruhan perusahaan naik menjadi 891,4 miliar yuan atau sekitar 136 miliar dollar AS pada 2020.

"Dan perusahaan membukukan laba bersih 64,6 miliar yuan atau sekitar 9,9 miliar dollar AS, level tertinggi yang pernah ada," kata Juru Bicara Huawei.

Tetapi pendapatan hanya naik 3,8 persen, sementara laba naik 3,2 persen, jauh lebih lemah dari pertumbuhan yang terlihat di tahun-tahun sebelumnya.

"Cukup adil untuk mengatakan bahwa pada tahun 2020, kami melihat perlambatan dalam tingkat pertumbuhan, dan ya, hidup tidak mudah bagi kami," kata Hu kepada wartawan.

"Huawei mampu mempertahankan pertumbuhan karena berbagai langkah yang diambil untuk menopang bisnisnya, termasuk mendiversifikasi rantai pasokannya," tambahnya.

Kenaikan awal penjualan di Tiongkok daratan, yang menyebabkan pemulihan ekonomi global, juga membantu. Pendapatan di pasar dalam negeri Huawei melonjak 15,4 persen, dibandingkan dengan penurunan yang mereka alami di Eropa, Amerika Utara, Timur Tengah, dan Afrika.

Huawei mengecilkan bisnis ponsel cerdasnya dalam perjuangan untuk menyelamatkan merek tersebut. Dalam beberapa bulan terakhir, rival lokal Oppo dan Xiaomi telah menggeser Huawei, masing-masing sebagai pembuat ponsel cerdas teratas di Tiongkok dan vendor negara itu paling populer secara global.

"Mengingat ketidakpastian yang terus berlanjut di bisnis ponsel cerdas, sangat sulit bagi kami untuk membuat perkiraan," kata Hu.

Menurut Varun Mishra, seorang analis perangkat seluler dan ekosistem di Counterpoint Research, prestasi Huawei diperkirakan tidak akan kembali lagi dalam waktu dekat.

"Dinamika sedang berubah di Tiongkok, serta di luar negeri," katanya.

Tidak masalah bahwa Huawei baru-baru ini menjual merek murahnya, Honor, yang telah mencapai 40 persen dari total pengirimannya pada 2020.

"Penjualan November adalah keputusan yang dipaksakan, yang dibuat sebagai tanggapan terhadap perubahan di lingkungan eksternal," ujar dia.

Persaingan AS-Tiongkok di bidang teknologi dan perdagangan tidak akan berakhir karena Joe Biden adalah presidennya. Ke depan, meningkatkan posisi penjualan di AS akan menjadi hal yang penting untuk masa depannya di ponsel cerdas.

Tetapi, tanda-tandanya tidak menjanjikan, meskipun ada pemerintahan AS yang baru. Komisi Komunikasi Federal AS awal bulan ini menggemakan klaim sebelumnya dari Washington bahwa Huawei menimbulkan "ancaman bagi keamanan nasional," memupuskan harapan untuk mengatur ulang hubungan dalam waktu dekat.

"Jika sanksi tidak dicabut, saya tidak melihat ada cara untuk menghidupkan kembali [bisnis] smartphone mereka," pungkas Mishra.

n SB/cnn/P-4


Redaktur : Khairil Huda
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top