Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 22 Jun 2024, 02:10 WIB

Perubahan Iklim Jadi Tantangan Bagi Peternak Lebah di Makedonia Utara

Peternak Magda Miloseska dari Makedonia Utara sedang sarang lebah yang terletak di kaki bukit Desa Stence dekat Kota Tetovo pada 3 Juni lalu. Perubahan iklim dan penyakit yang menimpa negara kecil di Balkan ini telah membuat produksi madu terpuruk dalam beberapa tahun terakhir ini.

Foto: AFP/Robert ATANASOVSK

SETIAP hari Magda Miloseska mengenakan pakaian pelindung berwarna putih dan memasuki wilayah lebah madu di halaman belakang rumah akhir pekan kecilnya di Makedonia Utara. Selama ini ia telah memproduksi madu di sudut negara yang indah ini selama lebih dari 20 tahun. Namun perubahan iklim dan penyakit telah membuat apa yang tadinya merupakan kesenangan sederhana menjadi jauh lebih sulit, kata dia.

Stence adalah desa di lereng bukit di sebelah barat negara itu, dikelilingi oleh pegunungan dan berada pada ketinggian 650 meter (2.130 kaki). Suhu di bulan Juni sudah melebihi 30 derajat Celsius, tiga derajat lebih tinggi dari biasanya, menurut kantor meteorologi negara bagian.

"Dulu, beternak lebah jauh lebih mudah," kata Miloseska, 63 tahun. "Peternakan lebah adalah hal yang menyenangkan. Namun sekarang kita hanya perlu melawan kondisi iklim dan penyakit yang masuk ke dalam peternakan lebah," imbuh dia.

Walau tadinya hanya sekedar hobi bagi sebagian orang, namun kini menjadi sumber pendapatan bagi sebagian lainnya dimana peternakan lebah telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir di seluruh wilayah di negara ini.

Terdapat 6.900 peternak lebah dengan 306.000 sarang lebah yang terdaftar di seluruh negeri pada tahun 2023, menurut Badan Makanan dan Kedokteran Hewan. Namun menurut penelitian Komisi Eropa yang dikeluarkan pada Juli 2023 lalu, 10 persen lebah dan kupu-kupu terancam punah di Eropa akibat sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia.

Miloseska mungkin tidak memiliki datanya, namun pengalaman sehari-harinya memperjelas bahwa ada sesuatu yang salah. "Peternak lebah yang lebih tua mengatakan bahwa di masa lalu mereka bisa mendapatkan 30-50 kilogram (44-66 pon) madu dari satu sarang lebah," ucap Miloseska. "Pada periode ini, dengan kondisi iklim seperti ini, jumlah tersebut menurun secara substansial," imbuh dia.

Saat ini dalam kondisi ideal, ungkap Miloseska, hasil maksimal yang dapat diharapkan adalah sekitar 30 kilogram dalam satu musim dengan produksi rata-rata antara 10 dan 20 kilogram. Kelangkaan relatif tersebut telah mendorong harga madu naik antara 15 dan 20 euro (16-22 dollar AS) dibandingkan dengan 10 euro pada dua atau tiga tahun lalu.

Mendidik dan Beradaptasi

Sememntara itu Vladimir Petroski, yang selama 13 tahun terakhir menghabiskan waktu luangnya merawat 120 sarang lebah, juga mencatat masalah yang sama. Kalau dulu ia mengharapkan panen madu 30-40 kilogram, kata dia, kini mereka harus puas dengan 15 kilogram per musim.

Dan dia setuju bahwa perubahan iklim telah memicu munculnya parasit dan virus yang mengancam lebah liar dan madu. "Peternak lebah perlu mendidik diri mereka sendiri dan beradaptasi sesuai dengan kondisi dan iklim mikro tempat mereka bekerja," tutur dia

Faktanya, para peternak lebah sudah berusaha mencari solusi sendiri. Sebelumnya organisasi sarang lebah mereka terdiri dari asosiasi peternak lebah regional, yang mempromosikan praktik baik dan menyelenggarakan festival madu.

Mereka sepakat bahwa tantangan utamanya adalah musim dingin yang hangat, perubahan suhu yang cepat di musim semi dan periode kemarau panjang yang datang seiring musim panas yang kini berlangsung hingga September dan Oktober.

Kelompok lingkungan hidup telah meminta kementerian dan lembaga pemerintah untuk berkoordinasi mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh perubahan iklim terhadap lebah. Namun sejauh ini, mereka mengatakan sebagian besar peringatan mereka tidak diindahkan.

Kementerian Pertanian juga mempunyai keprihatinan yang sama terhadap pertanian intensif, pestisida, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi. Meskipun mengakui ancaman perubahan iklim, kementerian itu hanya merekomendasikan pemantauan lebih dekat terhadap perilaku lebah.

Tentu diperlukan lebih banyak data, kata Frosina Pandurska Dramikjanin dari Masyarakat Ekologi Makedonia, yang merupakan bagian dari proyek yang mencoba memahami dampak perubahan iklim terhadap lebah. "Namun hal ini juga perlu dibagi antara lembaga-lembaga negara terkait," ujar dia.

Laporan terbaru dari Program Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) menggarisbawahi risiko ini dan menyoroti peran penting lebah dalam produksi pangan dan keanekaragaman hayati. Tercatat dari 100 spesies tanaman yang menyediakan 90 persen makanan yang dikonsumsi di seluruh dunia, 71 di antaranya diserbuki oleh lebah, lapor institusi PBB itu. AFP/I-1

Redaktur: Ilham Sudrajat

Penulis: AFP

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.