Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Dampak Kekeringan I Bencana Kekeringan Diprediksi Terjadi Hingga Akhir Oktober 2017

32% Lahan Terancam Gagal Panen

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pembangunan sumur bor, perpipaan, embung, bendung dan waduk dapat mengurangi dampak kekeringan.

JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkirakan kekeringan masih akan berlangsung hingga akhir Oktober mendatang sehingga membuat 32 persen lahan pertanian di Jawa dan Nusa Tenggara terancam gagal panen. Karena itu, semua kementerian atau lembaga (K/L) terkait mengintensifkan upaya mengatasi kekeringan.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, menyebutkan meskipun musim kemarau normal pada periode 2017, tetapi telah mengakibatkan kekeringan dan krisis air di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara.

Berdasarkan data sementara yang dihimpun Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) BNPB, sekitar 105 kabupaten/kota, 715 kecamatan, dan 2.726 kelurahan/desa di Jawa dan Nusa Tenggara mengalami kekeringan. Sekitar 3,9 juta jiwa masyarakat terdampak kekeringan sehingga memerlukan bantuan air bersih. Kekeringan juga melanda 56.334 hektare lahan pertanian sehingga diperkirakan 18.516 hektare lahan pertanian di antaranya terancam gagal panen.

"Kekeringan diperkirakan hingga akhir Oktober. Karenanya pembangunan sumur bor, pembangunan perpipaan, pemanenan hujan, pembangunan embung, bendung dan waduk telah dapat mengurangi dampak kekeringan serta berbagai upaya jangka pendek perlu masih terus dilakukan ke depannya," ungkap Sutopo, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Lebih lanjut, Sutopo menyebutkan berdasarkan sebaran wilayahnya, kekeringan di Jawa Tengah melanda 1.254 desa yang tersebar di 275 kecamatan dan 30 kabupaten/ kota sehingga berdampak terhadap 1,41 juta jiwa atau 404.212 KK. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah mengeluarkan status siaga darurat kekeringan hingga Oktober 2017.

Di Jawa Barat, kekeringan melanda 496 desa di 176 kecamatan dan 27 kabupaten/kota sehingga berdampak kepada 936.328 jiwa penduduk.

Delapan kepala daerah kabupaten/kota mengeluarkan status siaga darurat kekeringan, yaitu Kabupaten Ciamis, Cianjur, Indramayu, Karawang, Kuningan, Sukabumi, Kota Banjar, dan Kota Tasikmalaya. Begitu pula halnya dengan di Jawa Timur, kekeringan melanda 588 desa di 171 kecamatan dan 23 kabupaten/kota.

Di Nusa Tenggara Barat, kekeringan melanda 318 desa di 71 kecamatan yang tersebar di sembilan kabupaten, meliputi Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu, Bima dan Kota Bima. Sebanyak 640.048 jiwa atau 127.940 KK masyarakat terdampak kekeringan.

Lalu di sembilan kabupaten di Provinsi Kepulauan Nusa Tenggara Timur (NTT) dilaporkan mengalami darurat kekeringan. Hal itu menyusul sumber-sumber mata air mulai mengering. Sembilan kabupaten yang melaporkan darurat kekeringan itu adalah Flores Timur, Rote Ndao, Timor Tengah Utara (TTU), Belu, Malaka, Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya dan Sabu Raijua.

Bergantung Alam

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Rote Ndao, NTT, Stefanus Sae, menyampaikan lahan persawahan di wilayahnya merupakan sawah tadah hujan sehingga kebergantungan terhadap curah hujan sangat tinggi.

Tentunya, gangguan iklim akan sangat berdampak pada tanaman padi. Rote Ndao daerah produsen beras di NTT.

"Kami berharap bantuan dari pemerintah pusat benar-benar diprioritaskan dan ditingkatkan untuk wilayah-wilayah produsen. Karena sangat menentukan suplai beras untuk kebutuhan nasional," ungkap Stefanus. ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top