Berburu Takjil di Kawasan Jalan Sabang saat Covid-19
J alan H Agus Salim atau orang lebih mengenalnya dengan Jalan Sabang selalu identik dengan kuliner. Tak terkecuali saat Ramadan, kawasan yang berada sejajar di sebelah timur Jalan MH amrin, Jakarta Pusat, tersebut menyediakan aneka takjil dengan harga terjangkau.

Ket.
Doc: KORAN JAKARTA/DINI DANISWARI
Gorengan, lontong isi oncom maupun kentang, bihun goreng, kwetiau goreng, kolak, maupun sop buah menjadi takjil yang banyak dijajakan di wilayah ini. Kurang lebih sepanjang 500 meter, pengguna jalan akan mudah menemukan penjaja takjil di kanan maupun kiri jalan. Mereka menempati area parkir di wilayah tersebut.
Kondisi jalan yang tidak terlalu ramai membuat pembeli lebih leluasa memilih makanan yang disenanginya. Mereka dapat mendekat ke meja pedagang sambil memilih makanan kesukaannya atau menunggu di dalam mobil menanti pesanan diantarkan pedagang. Semakin mendekati waktu berbuka, pembeli semakin ramai. Ada kalanya, mereka perlu sedikit berebut untuk mendapatkan makanan kesukaannya supaya tidak kehabisan.
Selain itu, harga yang ditawarkan cukup terjangkau. Lontong dan gorengan di banderol dengan harga 2.000 rupiah, sedangkan kolak dibanderol dengan harga 5.000 rupiah. Banyak pekerja kantoran yang membeli takjil di daerah tersebut karena banyak perkantoran di wilayah tersebut. Mereka terlihat membeli sendiri maupun menitip takjil pada oce boy.
Biasanya pedagang mulai membuka dagangannya pada pukul 14.30 WIB. Mereka mulai menggelar meja dan memenuhi meja dengan aneka makanan takjil yang dipersiapkan dari rumah-rumah dibelakang Jalan Sabang.
Menjelang Magrib, penjual takjil mulai membereskan dagangannya. "Biasanya kalau habis Magrib sudah selesai," ujar Hendra, pedagang takjil yang ditemui di Jalan Sabang, Kamis (14/5).
Sadiyah, 47, mengaku sudah berjualan takjil di wilayah Jalan Sabang sejak lima tahun yang lalu. Kalau tidak Ramadan, dia biasa jualan nasi uduk di Kuliner BSM Sabang.
Anda mungkin tertarik:
Sejak awal Ramadan, dia sudah menjual aneka takjil, mulai bakwan goreng, tahu goreng, biji salak, maupun lontong. Setiap pukul 15.00, Sadiyah sudah menggelar dagangannya. Setiap hari, dia berdagang takjil hanya sampai Magrib. Karena sewa tempat yang merupakan parkir mobil hanya sampai jam tersebut.
"Setiap hari dikenakan biaya sewa sebesar 10 ribu rupiah," ujar Sadiyah.
Tahun ini, Sadiyah mengaku menyediakan dagangan lebih sedikit ketimbang tahun lalu. Tahun lalu, dia bisa membuat lontong dari delapan liter beras.
Tahun ini, dia hanya membuat lontong dari dua liter beras. Berkurangnya persediaan dagangan tidak lain terkait dampak Covid-19. Sejak pandemi Covid-19, pembeli semakin sedikit.
Itu pun kadang kala, tidak semua dagangannya habis terjual. Kalau tidak habis, dia akan membawa pulang dagangannya dan membagi-bagikan ke tetangga rumahnya. dini daniswari/P-5