Segera Bentuk Badan Perbukuan

Ket. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti.
Doc: ISTIMEWA
JAKARTA - Pemerintah diminta segera membentuk Badan Perbukuan Nasional. Ini diperlukan menyusul terus berulangnya konten-konten negatif yang masuk ke dalam buku pelajaran sekolah.
"Dengan adanya Badan Perbukuan Nasional, maka ada sistem kontrol buku yang beredar di Indonesia," kata Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, di Jakarta, Kamis (28/12).
Dia optimistis, dengan adanya Badan Perbukuan Nasional, kejadian konten negatif di buku dapat ditekan bahkan tidak terulang lagi.
Seperti diketahui bahwa KPAI kembali menerima laporan buku pelajaran yang berisi konten tidak patut untuk dibaca anak-anak. Kali ini, buku yang dilaporkan diduga kuat mengandung unsur Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) atau secara berani mengkampanyekan LGBT dalam buku yang berjudul " Balita Langsung Lancar Membaca" dengan metode BSB (Bermain Sambil belajar).
Buku yang di tulis oleh Intan Noviana dan diterbitkan oleh Pustaka Widyatama tersebut memuat kalimat seperti berikut: "Opa bisa jadi waria, Fafa merasa dia wanita. Ada waria suka wanita.
"KPAI, kata Retno, telah memanggil penerbit buku tersebut. Namun, penerbit buku pelajaran tersebut tidak memenuhi panggilan KPAI pada Kamis (26/12). "Penerbit tidak datang, dan tanpa konfirmasi," ungkapnya.
Anda mungkin tertarik:
Berdasarkan penelusuran KPAI, kata Retno, Pustaka Widyatama ternyata merupakan anak perusahaan dari Mutiara Media (Media Pressindo Group). "Pustaka Widyatama merupakan anak perusahaan yang khusus menerbitkan buku- buku penunjang pelajar bahasa, dan anak," jelasnya.
KPAI akan memanggil kembali pihak penerbit, mengingat buku tersebut masih menjadi kontroversi dan meresahkan orang tua. Retno mengatakan KPAI juga akan menggali keterangan penerbit untuk mengklarifikasi isi buku yang dianggap tak patut tersebut.
Bahkan, KPAI mendesak penerbit untuk segera merevisi buku "Balita Langsung Lancar Membaca" tersebut dan KPAI meminta bukti revisi berupa sampel buku yang sudah dicetak dan direvisi. "Kami juga mendesak penerbit untuk menarik buku yang masih ada di pasaran dan segera diganti dengan buku yang sudah direvisi dan menarik buku KPAI akan meminta juga bukti penarikan buku itu," tegasnya.
Retno juga menilai KPAI perlu ikut mengawasi buku-buku lain yang ditulis oleh lntan Noviana. Karena ketika KPAI melakukan penelusuran, ternyata Intan Noviana cukup produktif menulis buku anak-anak. jumlah bukunya yang sudah diterbitkan juga banyak, seperti "Belajar Membaca Tanpa Mengeja" (seri 1 dan seri 2); "Sembilan Langkah dalam 9 Hari Anak Balita Lancar Membaca dengan Metode Tanpa Mengeja"; 1.000 Anak Lancar Membaca Tanpa Dieja", dan lain-lain.
"IKAPI harus ikut menegur para penerbit yang menjadi anggota ketika buku terbitnya terindikasi mengandung unsur keekerasan, pornografi, dan radikalisasi," tutup Retno.
Wajib Tersertifikasi
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Totok Suprayitno, mengatakan Kemdikbud akan mengeluarkan persyaratan wajib sertifikasi bagi penulis atau penyusun buku pelajaran sekolah. Ini dilakukan agar kesalahan-kesalahan baik yang bersifat redaksional sampai pokok bahan pelajaran dapat diminimalisir.
Kemdikbud, lanjut Totok, juga akan mengatur tenggat waktu ideal yang dibutuhkam penulis agat dapat menghasilkan buku yang berkualitas. "Jika sekarang hanya berjarak beberapa bulan saja, mereka akan diberikan waktu minimal satu tahun sebelum buku diterbitkan," jelasnya.
Pengaturan waktu tersebut akan diterapkan mulai tahun depan. Nantinya, buku yang akan terbit 2019 sudah dikerjakan sejak 2018. "Kami melihat penulis memerlukan waktu yang banyak untuk melihat beragam aspek bahan-bahan tulisannya," ujar Totok.
Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemdikbud, Awalluddin Tjalla, menambahkan, sertifikasi penulis sangat diperlukan agar buku yang dijadikan sumber mata pelajaran betulbetul terkualifikasi. "Pihak penerbit pun harus memiliki akreditasi yang jelas sehingga dapat memenuhi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia," pungkasnya. cit/E-3