Sanksi Pidana untuk Pelanggar PSBB Tidak Efektif
Foto: istimewaJAKARTA - Sanksi pidana bagi para pelanggar aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna menurunkan penyebaran Covid-19 dinilai tidak efektif dan sebaiknya dihindari. PSBB yang semula dibuat untuk menanggulangi penyebaran Covid-19 ini justru menjadi sarana penghukum bagi masyarakat.
"Filosofi hukum pidana kita saat ini sudah tidak lagi bersifat retributif (pembalasan), tetapi lebih ke arah korektif, rehabilitatif, dan restoratif. Jadi pemahaman dan kesadaran itu yang terpenting. Hukum dibentuk demi kemanusiaan. Masyarakat yang masih membandel bisa dijatuhi sanksi alternatif," kata pengamat hukum pidana FH UPN Veteran Jakarta, Beniharmoni Harefa kepada Koran Jakarta, Senin (4/5). Untuk itu, tambah Beniharmoni, sanksi alternatif menjadi pilihan dan sanksi pidana menjadi upaya paling akhir bagi para pelanggar. Namun, sebelum menjatuhkan sanksi alternatif, pemerintah harus mensosialisasikan dengan baik kebijakan PSBB.
"Bila melanggar, terpaksa diberi sanksi berupa teguran, peringatan, dan sanksi alternatif lain. Sanksi alternatif seperti kerja sosial, pengawasan, denda, dan pemenuhan kewajiban adat," kata Beni. Terkait sanksi kerja sosial, kata Beni, para pelanggar melakukan kerja sosial seperti menyemprotkan disinfektan, kerja sosial membagi-bagikan masker. Sanksi pengawasan, seperti membantu membagikan sembako bagi masyarakat tidak mampu terdampak Covid-19. Kemudian, sanksi denda, para pelanggar membayar sejumlah uang guna membeli alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis atau membeli sejumlah masker atau kebutuhan pokok (sembako) untuk masyarakat tidak mampu.
"Sanksi pemenuhan kewajiban adat juga dapat diterapkan, tergantung adat istiadat yang berlaku di daerah pelanggaran PSBB terjadi. Sehingga sanksi pidana penjara, sedapat mungkin tidak perlu ditempuh," tutur Beni. Untuk diketahui, aturan sanksi diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Di mana, terdapat sanksi pidana penjara paling lama 1 tahun dan/ atau pidana denda paling banyak 100 juta rupiah. Beberapa daerah di Indonesia, termasuk DKI Jakarta telah menerapkan kebijakan PSBB.
ola/N-3
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Yolanda Permata Putri Syahtanjung
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Thailand Ingin Kereta Cepat ke Tiongkok Beroperasi pada 2030
- 2 Incar Kemenangan Penting, MU Butuh Konsistensi
- 3 Peneliti Korsel Temukan Fenomena Mekanika Kuantum
- 4 Kepercayaan Masyarakat Dapat Turun, 8 Koperasi Bermasalah Timbulkan Kerugian Besar Rp26 Triliun
- 5 Menko Zulkifli Tegaskan Impor Singkong dan Tapioka Akan Dibatasi
Berita Terkini
- Jepang Kunjungi Pengolahan Sampah Periuk
- Banjir Landa Dua Kecamatan di Kubu Raya
- Lewat Program Bantuan Ambulans, Dinkes Kaltim Perkuat Layanan Kesehatan di Sekitar IKN
- Menbud Nyatakan Sumenep Layak Jadi Ibu Kota Keris Dunia, Ini Alasannya
- Puan Tegaskan DPR RI Siap Tampung Aspirasi Terkait Kampung Kelola Tambang