Puan Tegaskan DPR RI Siap Tampung Aspirasi Terkait Kampung Kelola Tambang
Foto: AntaraDPR RI menyatakan siap menampung aspirasi terkait pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi dengan membuka seluas-luasnya ruang aspirasi dari seluruh elemen masyarakat.
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bakal menampung aspirasi terkait rencana pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi. Akan ada ruang diskusi agar masyarakat dari berbagai elemen dapat memberikan masukan.
“DPR tentu saja akan membuka ruang seluas-luasnya untuk mendengarkan aspirasi dari seluruh elemen masyarakat, baik perguruan tinggi maupun masyarakat umum,” ujar Ketua DPR RI Puan Maharani, dalam keterangannya, Jumat (31/1).
Dia menjelaskan, ruang diskusi penting agar tidak terjadi kesalahpahaman atau miskomunikasi. Dalam ruang tersebut, pihaknya harus memberikan tanggapan atas berbagai masukan diterima.
Puan berharap, semua pihak tidak terburu-buru menaruh kecurigaan dan memberikan waktu bagi DPR untuk membahasnya secara komprehensif. Menurutnya, revisi rencana tersebut bertujuan untuk menghadirkan manfaat yang lebih luas.
“Jangan sampai kita memulai dengan saling curiga. Mari kita bicarakan dan diskusikan bersama agar dapat menemukan jalan tengah atau titik temu,” ujar Puan.
Sebagai informasi, salah satu poin dalam Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) memungkinkan perguruan tinggi memperoleh izin usaha pertambangan. Puan menegaskan bahwa RUU Minerba disusun dengan tujuan memberikan manfaat bagi sektor pendidikan serta masyarakat luas.
“Kami berharap undang-undang ini nantinya tidak hanya bermanfaat bagi perguruan tinggi, tetapi juga bagi masyarakat,” katanya.
Konflik Kepentingan
Sementara itu, Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Satria Unggul Wicaksana menilai bahwa revisi UU Minerba bakal menjadi masalah yang sangat serius ketika berhadapan dengan konflik kepentingan. Menurutnya, dalam revisi tersebut terdapat kepentingan profit, sedangkan kampus memiliki peran untuk melakukan riset atau pengembangan keilmuan.
Dia menyebut pimpinan perguruan tinggi akan menghadapi tantangan berat ketika berhadapan dengan konflik kepentingan.
Menurutnya, konflik kepentingan yang bakal terjadi yaitu tidak bisa membedakan inti dari perguruan tinggi, apakah untuk mencari keuntungan atau untuk melakukan riset.
“Bentuk lainnya adalah konflik internal di antara civitas kampus yang terhubung dengan kekuasaan,” ucapnya.
Satria juga menyoroti potensi fraud dan korupsi dari pengelolaan tambang yang tak bisa dipandang sebelah mata. Menurutnya, perguruan tinggi sejak awal memang tidak didesain untuk mengelola tambang.
“Ini juga sebenarnya menjadi problem ketika ormas atau lembaga-lembaga nonprofit itu kemudian diberikan izin pengelolaan tambang yang itu secara economic cost atau environmental cost itu tentu juga menjadi masalah ketika berhadapan dengan bisnis utama dari organisasi itu sendiri,” terangnya.
Dia menyarankan, bahaya-bahaya atas potensi konflik kepentingan dan masalah yang menyertai itu harus dipikir matang-matang.
Menurutnya, akar masalah konflik kepentingan lantaran tidak adanya suatu regulasi yang sinkron yang dalam konteks kampus, misalnya, sejauh mana korelasi antara good university governance dan WIUPK.
“Sebelum implementasinya dululah, bagaimana harmonisasi regulasi, perizinan, dan sebagainya. Khawatirnya, bendera kampus, dalam tanda petik, ini hanya digunakan oleh broker, di dalam izin pengelolaan pertambangan,” tuturnya. ruf/S-2
Berita Trending
- 1 Thailand Ingin Kereta Cepat ke Tiongkok Beroperasi pada 2030
- 2 Incar Kemenangan Penting, MU Butuh Konsistensi
- 3 Peneliti Korsel Temukan Fenomena Mekanika Kuantum
- 4 Menko Zulkifli Tegaskan Impor Singkong dan Tapioka Akan Dibatasi
- 5 Kepercayaan Masyarakat Dapat Turun, 8 Koperasi Bermasalah Timbulkan Kerugian Besar Rp26 Triliun