Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 13 Agu 2019, 01:00 WIB

Mengembangkan Destinasi Turistik

Foto: koran jakarta/ones

oleh g jeffrey z rantung, mba,cha

Pariwisata mulai digalakkan, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Semua berlomba membuat destinasi-destinasi dengan berbagai semboyan. Bahkan, pemerintah Indonesia juga terus menggenjot sektor pariwisata guna meningkatkan devisa. Salah satu tagline yang popular adalah Wonderful Indonesia. Moto ini dipasang di mana-mana.

Harapannya agar semua wilayah menyiapkan diri menyambut turis asing. Hanya, benarkah demikian? Wonderful Indonesia boleh saja ada di mana-mana, namun sayang, infrastrukturnya banyak belum disiapkan. Belum ada koordinasi yang baik antarpihak-pihak. Ini sebagai kenyataan yang harus diterima.

Perlu koordinasi yang lebih baik antarinstansi. Pariwisata tidak dapat berjalan sendiri. Contoh, pariwisata memiliki konsep yang bagus-bagus untuk menghadirkan turis. Namun ada kendala karena infrastruktur, sarana, dan prasarananya yang membangun PUPR. Sementara itu, tentu PUPR mengutamakan pekerjaannya sendiri. Pariwisata ya nanti dulu. Jadi, benar-benar perlu duduk bersama untuk satu kerja mengembangkan pariwisata agar tidak berjalan sendiri-sendiri. Dari sini saja sudah dapat dibayangkan bagaimana ribetnya koordinasi.

Dari dulu, Indonesia ingin lebih banyak mengembangkan industri meetings, incentives, conferencings, and exhibitions (MICE). Namun, semua kembali kepada masalah koordinasi semua pihak yang terlibat.

Ini kenyataan. Konsep mereka baru ke situ, belum sampai ke destinasi. Pengembangan destinasi tidak mudah, karena itu tadi, infrastruktur sarana dan prasarana dikerjakan orang lain. Dulu, Kementerian Pariwisata memiliki anggaran APBN sendiri untuk membangun infrastruktur. Jadi, bisa membangun juga, bukan hanya mempromosikan pariwisata.

Kondisi demikian bagaimana mau bersaing dengan negara-negara tetangga? Maka, kebijakan itu penting sekali. Pemerintah membuat kebijakan, yang lain seperti BUMD atau BUMN melaksanakannya bersama-sama dengan dinas atau kementerian-kementerian terkait. Jadi, Wonderful Indonesia bisa berjalan baik kalau dikerjakan bersama-sama dengan berbagai stakeholders.

Jakarta

Sementara itu, untuk pariwisata Jakarta tak kalah kompleks masalahnya. Maklum Jakarta adalah pertemuan dari segala macam urusan. Artinya, pariwisata belum mendapat tempat yang spesial. Orang ke Jakarta cenderung hanya untuk urusan bisnis, pemerintahan, atau kependidikan. Pariwisata belum terlihat. Belum banyaik yang pergi ke Jakarta melulu tujuan pelancongan. Maka dari itu, pariwisata belum menjadi perhatian dan prioritas.

Maka, kalau mau maju, ke depannya pariwisata mesti digerakkan agar bisa menjadi sumber pendapatan asli daerah nomor 3 atau 4. Kalau sudah seperti itu, pemerintah sanggup menganggarkan sarana dan prasarana, termasuk marketing dan branding agar dapat menembus ke pasar internasional.

Jadi, pemerintah belum terlihat serius. Pemerintah perlu membuat kebijakan dan dibangun semacam badan yang sifatnya fokus ke promosi dan pemasaran. DKI Jakarta harus punya Jakarta Tourism Development Corporation (JTDC). Tugasnya, mengoordinasikan pembangunan-pembangunan pariwisata Jakarta.

Malahan ke depan, Jakarta Tourisindo (Jaktour) harus menjadi stakeholder atau justru diubah menjadi JTDC, sehingga investor langsung berhubungan dengan Jaktour. Hotel-hotel di bawah Jaktour bisa menjadi divisi, atau kalau sanggup ya nanti menjadi PT. Saya melihat Jaktour sanggup menjadi JTDC. Maka dari itu, dengan adanya JTDC, segala urusan pariwisata berada dalam satu atap. Dengan kata lain, ini BUMD, tetapi memperoleh mandat mengelola pariwisata.

Zona

Untuk mengembangkan destinasi wisata Jakarta bisa dibuat zona-zona sesuai dengan kearifan lokal masing-masing. Jakarta mempunyai 212 destinasi lebih. Misalnya, budaya atau makanan, kita tahu Jakarta mempunyai serabi atau kerak telor yang enak dan terkenal. Kerak telor, misalnya, ada di daerah Benyamin Sueb. Kita buat sentra-sentra kerajinan. Untuk destinasi belanja banyak, bahkan sampai dengan pasar loak yang bagus juga ada.

Jadi, nanti dibuat zona-zona. Dengan begitu, bisa dikembangkan paket wisata. Tergantung permintaan turis, apa maunya dan mau ke mana. Misalnya, mau belanja, bisa diarahkan ke tempat belanja. Kalau mau cari kerajinan, bisa diarahkan ke sentra kerajinan. Demikian juga seni panggung. Jadi, ada sentra kesenian yang tampilnya rutin, misalnya tiap malam Minggu. Dengan begitu, kalau ada turis ingin melihat kesenian, bisa langsung dijadwalkan. Waktu show dan tempatnya sudah ada rutin. Perlu show rutin ondel-ondel, jaipongan, atau tanjidor.

Intinya dengan infrastruktur semua sudah bisa dibuat paket. Misalnya, transportasi yang mulai terintegrasi bisa dijadikan sarana menjual paket wisata. Jadi, turis cukup pegang satu kartu, mereka bisa ke mana-mana.

Namun, untuk menarik wisatawan asing, Jakarta pertama-tama harus mampu menyediakan keamanan dan kenyaman. Setelah itu, baru kelengkapan hotel, restoran, money changer atau tempat-tempat hiburan. Ini yang perlu disiapkan pemprov DKI Jakarta. Pariwisata belum dilihat DKI sebagai sumber pemasukan. Dinas Pariwisata sifatnya masih sekadar menghabiskan anggaran. Ini harus diubah.

Pariwisata juga harus memberi dampak ke masyarakat. Kalau ada event rutin, banyak yang nonton, banyak rakyat mendapat pemasukan, misalnya dari sajian kuliner atau kerajinan. Banyak kelebihan yang dimiliki Jakarta. Sayang DKI merasa sudah menjadi ibu kota negara sehingga merasa tak perlu lagi memberi tahu kelebihannya.

Namun, ke depan, kalau mau mengembangkan pariwisata, Pemprov DKI harus membuat prioritas-prioritas bersama dulu agar ketemu tujuannya. Pariwisata Jakarta sangat potensial dikembangkan. Malahan kalau dikelola secara profesional, pariwisata DKI, seperti mengembangkan destinasi-destinasi kepulauan seribu, sungguh menjanjikan. Hanya, tinggal kemauan saja. Penulis Direktur Utama Jakarta Tourisindo

Penulis: Arip, CS Koran Jakarta, Dika, Dimas Prasetyo, Dio, Fathrun, Gembong, Hamdan Maulana, Hayyitita, HRD, Ichsan Audit, Ikn, Josephine, Kelly, Khoirunnisa, Koran Jakarta, Leni, Lukman, Mahaga, Monic, Nikko Fe, Opik, Rabiatul Adawiyah, Rizky, Rohmad, Sujar, Tedy, User_test_2, Wahyu Winoto, Wawan, Zaky

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.