Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Rabu, 11 Jul 2018, 01:01 WIB

Kenaikan Harga Telur Sarat Anomali

Foto: istimewa

Kenaikan harga telur ayam saat ini sangat ironis mengingat data Kementerian Pertanian mengenai ketersediaan telur ayam konsumsi pada 2018 melebihi kebutuhan.

Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan mendalami penyebab lonjakan harga telur ayam di dalam negeri lantaran kenaikan tersebut terbilang cukup ironis mengingat Lebaran telah usai. Seperti harga kebutuhan pokok lainnya, harga telur semestinya telah ikut turun.

Ketua KPPU, Kurnia Toha, menyampaikan pihaknya akan menurunkan tim guna mengecek pemicu kenaikan harga telur di pasar. "Kenapa masih tetap naik, sementara Lebaran sudah selesai. Kami akan turunkan tim untuk cek di lapangan," ungkap Kurnia, di Jakarta, Selasa (10/7).

Seperti diketahui, harga telur ayam terus naik di hampir seluruh wilayah. Di Pasar Senen, Jakarta Pusat, misalnya, harganya menembus 28 ribu rupiah per kilogram (kg), sementara di Karawang, Jawa Barat, mencapai 30 ribu rupiah per kg. Normalnya, harga telur berkisar antara 20-22 ribu rupiah per kg.

Kenaikan juga bukan hanya terjadi pada telur ayam, namun juga telur bebek dan puyuh. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebutkan kenaikan harga telur disebabkan tingginya harga bahan baku pakan ternak. Tingginya harga pakan mengerek harga di tingkat distributor sehingga berdampak pada harga di pedagang.

Bagi Kemendag, kenaikan telur bukanlah masalah besar bagi kenaikan kebutuhan pokok. "Ini bukanlah ancaman besar," ungkap Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita.

Saat ini, pakan ternak RI masih bergantung pada impor. Kondisi ini sangat rentan terhadap depresiasi rupiah terhadap dollar AS. Laporan Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) menyebutkan sekitar 35 persen bahan baku pakan ternak RI bersumber dari impor.

Jenis yang diimpor bukan hanya bungkil kedelai tetapi jug tepung daging dan tulang. Komponen impornya bahkan mencapai 75 persen dari kebutuhan. Adapun sumbernya dari lima negara, yakni Australia, Brasil, Argentina, hingga Amerika Serikat (AS) dan Selandia Baru.

Menyikapi kondisi ini, Kementerian Pertanian (Kementan) juga mengaku kenaikan harga telur di luar perhitungan Kementan, soalnya berdasarkan hitungan Kementan ketersediaan telur ayam konsumsi pada 2018 melebihi kebutuhan. Produksinya mencapai 2,968.954 ton, sementara kebutuhan hanya 2,766.760 ton, artinya ada kelebihan 202.195 ton.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, I Ketut Diarmita, menegaskan, mestinya kenaikan harga telur ini tidak terjadi karena kesediaan daging ayam dan telur saat ini malah sudah diekspor ke berbagai negara. "Kondisi ini mestinya tidak terjadi," kata Ketut.

Struktur Lemah

Sementara itu, Ekonom Indef, Bima Yudhistira, mengakui struktur pasar perunggasan RI memang sangatlah lemah. Menurut Bima, kenaikan harga telur bukan saja karena masalah di rantai distribusi, tetapi juga karena di struktur pasarnya sehingga rentan terhadap depresiasi rupiah.

"Pemerintah perlu mendorong peningkatan pasokan jagung dan pakan ternak di dalam negeri demi mengurangi kebergantungan impor pakan," pungkas Bima.

ers/E-10

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.