BPPT Dorong Produksi Sawit Jadi Minyak Industri Lokal
Foto: istimewaJAKARTA-Pemerintah perlu mengantisipasi jika gugatannya terkait diskriminasi minyak sawit RI di WTO tidak dikabulkan oleh organisasi perdagangan dunia tersebut. Upaya lainnya ialah meningkatkan kapasitas pasar domestik melalui bio refinery dan pemanfaatan minyak sawit untuk bahan bakar industri.
Peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Indra Budi Susetyo menjelaskan jika bio refinery atau penyulingan minyak sawit untuk menghasilkan Palm Fatty Acid Distillate (PFAD). PFAD merupakan produk samping yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak sawit kasar (CPO) menjadi Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) pada refinery plant.
Mengacu data 2014, RI memiliki kapasitas refinery CPO sekitar 45 juta ton per tahun pada tahun 2014. Dengan demikian jika refinery tersebut beroperasi pada 75 persen kapasitas terpasangnya akan terdapat produk samping PFAD sebesar lebih dari satu juta ton per tahun.
"Jumlah ini tentu cukup memadai sebagai bahan baku suatu industri. Saat ini penggunaan PFAD yang utama adalah untuk bahan industri oleokimia, sabun, pakan ternak dan biodiesel,"ungkap Indra dalam diskusi di Jakarta akhir pekan kemarin.
Selain penggunaannya sebagai bahan baku industri oleokimia, PFAD memiliki potensi lain sebagai bahan baku untuk memproduksi bahan atau senyawa bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan. Hal ini karena PFAD memiliki kandungan bahan-bahan bioaktif seperti vitamin E phytosterol dan squalene.
Ramah Lingkungan
Pelaku usaha yang tergabung dalam Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia berharap agar penggunaan energi ramah lingkungan terus didorong oleh pemerintah. Ketua Koordinator Gas Industri Kadin Achmad Wijaya menegaskan dibatasinya pasar CPO RI di pasar uni eropa (UE) merupakan momentum untuk memperbesar kapasitas pasar dalam negeri. Caranya dengan mengurani penggunaan energi kotor atau solar bagi industri.
Terkait dengan implementasi program biodiesel sebesar 30 persen (B30) pada 2020, memang masih fokus diterapkan pada sektor transportasi. "Jika pemerintah hendak menaikannya jadi B50 atau B100 seharusnya mestinya diterapkan juga pada industri, bukan hanya sektor transportasi, agar industri gunakan energi bersih,"terang Achmad.
Pakar Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Herry Purnomo menegaskan bahwa kalaupun pasar minyak sawit RI dihalangi di pasar UE, itu tidak terlalu berdampak ke penjualan CPO Indonesia di pasar global karena hanya mengurangi share penjualan sekitar 1 persen.
Herry pun menekankan bahwa sebenarnya masalah sawit RI di UE itu hanyalah persaingan bisnis semata. Untuk itu dirinya meminta agar pemerintah juga tetap kedepankan negosiasi soft, di samping lancarkan gugatan. Tanyakan ke mereka maunya apa,"kata Herry.
ers/E-12
Redaktur:
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
- 4 Pemerintah Diminta Optimalkan Koperasi untuk Layani Pembiayaan Usaha ke Masyarkat
- 5 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
Berita Terkini
- Status Pailit Sritex, Berikut Penjelasan BNI
- Arab Saudi: Habis Minyak Bumi, Terbitlah Lithium
- Misi Terbaru Tom Cruise: Sabotase Pasukan Jerman!
- AirNav Pastikan Kelancaran Navigasi Penerbangan Natal dan Tahun Baru 2024/2025
- Sambut Natal 2024, Bank Mandiri Bagikan 2.000 Paket Alat Sekolah hingga Kebutuhan Pokok di Seluruh Indonesia